Kamis, 02 Januari 2014

OPTIMALISASI PERAN KONSELOR MENYONGSONG PEMBERLAKUKAN KURIKULUM 2013

OPTIMALISASI PERAN KONSELOR MENYONGSONG PEMBERLAKUKAN KURIKULUM 2013 Latar Belakang Indonesia memiliki keragaman sosial budaya. Hal ini tidak dapat dipungkiri. keberagaman ini mengarahkan kita untuk berpikir bahwa layanan bimbingan dan konseling di sekolah sebaiknya disesuaikan dengan keberagaman latar belakang peserta didik. Kita pahami bersama bahwa perbedaan atau keragaman nilai-nilai budaya yang ada di sekitar kita memiliki kandungan nilai-nilai yang adi luhung. Sebuah nilai-nilai kehidupan yang sebaiknya kita pelihara untuk kebaikan kita bersama. Pemerintah melalui Departemen Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 2013 telah menggulirkan regulasi dalam dunia pendidikan yaitu kurikulum 2013. Pada satu sisi, digulirkannya regulasi ini disambut baik oleh kalangan pendidikan, karena proses pembelajaran yang terjadi di sekolah akan berbasis pada pengalaman (evidence/experience based) peserta didik untuk mendapatkan pemahaman yang utuh terhadap bahan ajar yang disajikan. Peserta didik akan diajak untuk melakukan serangkaian eksplorasi agar dapat memahami tujuan bahan ajar yang telah ditetapkan oleh guru bidang studi. Baker dan Kleijnen (dalam Kidd, 2006) menyarankan bahwa untuk pelaksanaan layanan konseling dan psikoterapi berbasis bukti (evidence) maka ada lima tahap yang sebaiknya dilakukan yaitu, a) The formulation of questions about effectiveness in such a way that they can be answered, 2) A search for the best evidence, 3) Assessment of that evidence for its validity and importance, 4) Application of approaches and techniques in practice, dan 5) Evaluation of effectiveness. Di bawah ini, ditampilkan beberapa kompetensi inti untuk masing-masing jenjang pendidikan. Kompetensi inti Siswa SMP/MTs KOMPETENSI INTI KELAS VII KOMPETENSI INTI KELAS VIII KOMPETENSI INTI KELAS IX Menghargai dan menghayati ajaran agama yang dianutnya Menghargai dan menghayati ajaran agama yang dianutnya Menghargai dan menghayati ajaran agama yang dianutnya Menghargai dan menghayati perilaku jujur, disiplin, tang-gungjawab, peduli (toleransi, gotong royong), santun, percaya diri, dalam berinteraksi secara efektif dengan ling-kungan sosial dan alam dalam jangkauan pergaulan dan keberadaannya Menghargai dan menghayati perilaku jujur, disiplin, tang-gungjawab, peduli (toleransi, gotong royong), santun, per-caya diri, dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam dalam jangkauan pergaulan dan keberadaannya Menghargai dan menghayati perilaku jujur, disiplin, tang-gung jawab, peduli (toleransi, gotong royong), santun, percaya diri, dalam berin-teraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam dalam jangkauan pergaulan dan keberadaannya Memahami pengetahuan (fak-tual, konseptual, dan prose-dural) berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu penge-tahuan, teknologi, seni, budaya terkait fenomena dan kejadian tampak mata Memahami dan menerapkan pengetahuan (faktual, kon-septual, dan prosedural) ber-dasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya terkait fenomena dan kejadian tam-pak mata Memahami dan menerapkan pengetahuan (faktual, konsep-tual, dan prosedural) berdasar-kan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya terkait fenomena dan kejadian tampak mata Mencoba, mengolah, dan menyaji dalam ranah konkret (meng-gunakan, mengurai, me-rangkai, memodifikasi, dan membuat) dan ranah abstrak (menulis, membaca, menghi-tung, menggambar, dan mengarang) sesuai dengan yang dipelajari di sekolah dan sumber lain yang sama dalam sudut pandang/ teori Mengolah, menyaji, dan me-nalar dalam ranah konkret (menggunakan, mengurai, merangkai, memodifikasi, dan membuat) dan ranah abstrak (menulis, membaca, meng-hitung, menggambar, dan mengarang) sesuai dengan yang dipelajari di sekolah dan sumber lain yang sama dalam sudut pandang/teori Mengolah, menyaji, dan me-nalar dalam ranah konkret (menggunakan, mengurai, merangkai, memodifikasi, dan membuat) dan ranah abstrak (menulis, membaca, menghi-tung, menggambar, dan mengarang) sesuai dengan yang dipelajari di sekolah dan sumber lain yang sama dalam sudut pandang/teori Kompetensi siswa SMA/MA KOMPETENSI INTI KELAS X KOMPETENSI INTI KELAS XI KOMPETENSI INTI KELAS XII Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tang-gungjawab, peduli (gotong royong, kerjasama, toleran, damai), santun, responsif dan pro-aktif dan menunjukkan sikap sebagai bagian dari so-lusi atas berbagai permasa-lahan dalam berinteraksi secara efektif dengan ling-kungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri se-bagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia. Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tang-gungjawab, peduli (gotong royong, kerjasama, toleran, damai), santun, responsif dan pro-aktif dan menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasa-lahan dalam berinteraksi se-cara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam per-gaulan dunia Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tang-gungjawab, peduli (gotong royong, kerjasama, toleran, damai), santun, responsif dan pro-aktif dan menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasa-lahan dalam berinteraksi se-cara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam per-gaulan dunia Memahami, menerapkan, menganalisis pengetahuan faktual, konseptual, prosedural berdasarkan rasa ingintahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta mene-rapkan pengetahuan prose-dural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk meme-cahkan masalah Memahami, menerapkan, dan menganalisis pengetahuan faktual, konseptual, prose-dural, dan metakognitif ber-dasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta mene-rapkan pengetahuan prose-dural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk meme-cahkan masalah Memahami, menerapkan, menganalisis dan menge-valuasi pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora de-ngan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, dan mampu menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, bertindak se-cara efektif dan kreatif, serta mampu menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan Mengolah, menalar, menyaji, dan mencipta dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri serta bertindak secara efektif dan kreatif, dan mampu meng-gunakan metoda sesuai kaidah keilmuan Terkait dengan kondisi tersebut di atas, maka konselor sebaiknya menyelaraskan program layanan bimbingan dan konseling agar sesuai dengan visi, misi dan tujuan sekolah. Selanjutnya Rita (2008) menyatakan bahwa visi konselor sekolah dijabarkan dalam aktivitas konseling ditujukan untuk mencapai standar akademik yang telah ditetapkan oleh sekolah. Dengan demikian dibutuhkan adanya pengetahuan, keterampilan dalam mengembangkan evaluasi program yang didasarkan pada data, standar yang berlaku, dukungan penelitian serta difokuskan pada sistem yang berlaku. Peran Konselor Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 81a/2013 menyatakan bahwa Guru Bimbingan dan Konseling atau Konselor adalah guru yang mempunyai tugas, tanggungjawab, wewenang, dan hak secara penuh dalam kegiatan pelayanan bimbingan dan konseling terhadap sejumlah siswa. Selanjutnya disebutkan bahwa layanan bimbingan dan konseling adalah kegiatan Guru Bimbingan dan Konseling atau Konselor dalam menyusun rencana pelayanan bimbingan dan konseling, melaksanakan pelayanan bimbingan dan konseling, mengevaluasi proses dan hasil pelayanan bimbingan dan konseling serta melakukan perbaikan tindak lanjut memanfaatkan hasil evaluasi. Permendikbud no 81a/2013 merupakan pedoman bagi para konselor di sekolah untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya di sekolah. Artinya dengan menyandang nama konselor, maka tugas yang akan dilaksanakan di sekolah harus disesuaikan dengan aturan yang ada. Di sini dibutuhkan pemahaman yang sama antara unsur-unsur terkait di sekolah. Dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003 Pasal 1 ayat 6, tersirat bahwa posisi Konselor sekolah sejajar dengan para pendidik lain seperti guru, dosen, pamong belajar, widyaiswara dan instruktur. Artinya, kualifikasi akademik yang dimiliki oleh Konselor sekolah minimal adalah sarjana strata satu jurusan/program studi Bimbingan dan Konseling. Persyaratan minimal ini menjadi acuan mutlak untuk dapat menunjukkan eksistensinya di masyarakat. Peran Konselor dalam menyongsong diberlakukannya Kurikulum 2013 pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan kurikulum yang telah ada di Indonesia. Pada tahun 1984, dalam kurikulum tersebut terdapat program bimbingan karir. Guru Pembimbing pada masa itu mempersiapkan penjurusan pada siswa SMA dengan memberikan layanan informasi tentang jurusan A1, A2, A3 dan A4. Proses pemberian layanan informasi selanjutnya ditindaklanjuti dengan layanan penempatan siswa sesuai dengan bakat dan minatnya. Pada tahun 2006, Pemerintah menggulirkan regulasi dengan nama Kurikulum Satuan Pendidikan (KTSP). Pada Kurikulum ini, istilah bimbingan karir diganti dengan pengembangan diri. Kita pahami bersama bahwa pengembangan diri peserta didik akan disesuaikan dengan informasi yang ada di lingkungan sekitar. Konselor bersama guru mata pelajaran memiliki kesempatan yang luas untuk mengeksplorasi sumber daya yang ada di sekitar sekolah. Peserta didik diberikan kesempatan yang luas untuk mengembangkan potensi yang dimiliki dengan difasilitasi oleh sekolah. Pada tahun 2013, Pemerintah melalui Departemen Pendidikan dan Kebudayaan kembali menggulirkan kurikulum baru, yaitu kurikulum 2013. Fahrozin (2013) menyatakan bahwa program peminatan peserta didik merupakan salah satu program BK yaitu dengan nama penyaluran dan penempatan, atau komponen perancanaan individual. Pada dasarnya kegiatan penyaluran atau penempatan dilaksanakan di sekolah dengan nama layanan bimbingan karir yang dikembangkan secara sistematik untuk mendukung sistem pendidikan yang kuat, sehingga akan menghasilkan sumberdaya manusia yang berkualitas dan kuat pada dunia kerja (Surya, 2013). Ada satu hal yang unik pada implementasi kurikulum 2013, khususnya terkait dengan pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling. Hal unik ini adalah adanya peminatan siswa untuk memilih program IPA atau IPS yang dilakukan pada saat peserta didik mulai masuk di Sekolah Menengah Atas, dengan kata lain penjurusan dilakukan sejak awal peserta didik memasuki jenjang SMA/MA. Keadaan ini menjadi permasalahan bagi Konselor sekolah SMA/MA. Banyak diantara mereka mengatakan, “Bagaimana ini, penjurusan kok tidak didasarkan pada data konkrit siswa?”, ada yang mengatakan, “Kami tidak bertanggungjawab jika terjadi “salah pilihan”, bahkan ada yang mengatakan, “Ini tanggungjawab guru SMP”. Kita lihat di sini, ada kesan saling menyalahkan dan lempar tanggungjawab. Pernyataan-pernyataan tersebut mengarahkan kita untuk berpikir dengan memunculkan sebuah pertanyaan, “Apa yang sebaiknya dilakukan oleh guru SD/MI,SMP/MTs dan SMA/MA, terkait dengan kegiatan layanan bimbingan dan konseling di sekolah?” Kondisi yang ada saat ini sebaiknya disikapi dengan pemikiran yang positif. Artinya “perbedaan-perbedaan” tersebut menunjukkan adanya dinamika perkembangan dalam dunia bimbingan dan konseling. “Perbedaan” yang ada ini menunjukkan bahwa bimbingan dan konseling sedang berproses untuk menjadi sebuah layanan yang lebih bermartabat dan bermanfaat bagi peserta didik khususnya dan masyarakat luas pada umumnya. Peran Konselor sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan no. 81 A tahun 2013 adalah sebagai pelaksana pelayanan bimbingan dan konseling, Guru Bimbingan dan Konseling atau Konselor bertugas dan berkewajiban menyelenggarakan layanan yang mengarah pada 1) pelayanan dasar, 2) pelayanan pengembangan, 3) pelayanan peminatan studi, 4) pelayanan teraputik, dan 5) pelayanan diperluas. Pelayanan dasar, pelayanan dasar mengarahkan konselor untuk memunculkan terpenuhinya kebutuhan siswa yang paling elementer, yaitu kebutuhan makan dan minum, udara segar, dan kesehatan, serta kebutuhan hubungan sosio-emosional (Depdikbud, 2013). Hal ini bukan berarti Konselor memberikan kebutuhan-kebutuhan siswa secara langsung. Pengertian ini mengandung makna bahwa upaya pemenuhan kebutuhan dasar peserta didik sebaiknya dipenuhi dengan melakukan kerjasama antara Konselor dengan pihak-pihak tertentu seperti, orang tua, keluarga dan masyarakat sekitar. Lebih konkrit lagi adalah kerjasama dengan orang-orang terdekat dari peserta didik (significant others). Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa merekalah yang lebih mengerti kebutuhan peserta didik di luar sekolah. Bukan tidak mungkin, seorang konselor sekolah melakukan konseling atau konsultasi dengan orang tua siswa, khususnya bagi konselor yang bertugas di Sekolah Dasar (SD/MI). Hal didasarkan pada pemikiran bahwa siswa sekolah dasar mungkin tidak bisa diajak untuk melakukan konseling. Justru, orang tua peserta didik ini yang diberikan “layanan konseling” untuk menyelesaikan masalah anak-anaknya. Artinya orang tua diajarkan bagaimana menyelesaikan masalah anaknya melalui program konseling atau konsultasi. Pelayanan pengembangan, merupakan pelayanan untuk mengembangkan potensi peserta didik sesuai dengan tahap-tahap dan tugas-tugas perkembangannya. Hal yang penting dalam pernyataan tersebut adalah tugas perkembangan. Peserta didik akan mencapai tugas perkembangan yang sama dalam satu tahapan tertentu, hanya bagaimana cara menyelesaikan tugas perkembangan itu yang masing-masing peserta didik berbeda. Dalam posisi ini, seorang Konselor akan dituntut untuk dapat memberikan layanan sesuai dengan tugas perkembangan dan pertumbuhan peserta didik. Terkait dengan layanan perkembangan ini, Hurlock (1994) memberikan beberapa fakta terkait dengan tugas perkembangan yaitu, a) Adanya peran kematangan dan belajar dalam perkembangan, b) Perkembangan mengikuti pola tertentu yang dapat diramalkan, c) Semua individu berbeda, d) Setiap tahap perkembangan mempunyai perilaku khusus, e) Setiap tahap perkembangan memiliki resiko, f) Perkembangan dibantu rangsangan, dan g) Perkembangan dipengaruhi oleh perubahan budaya. Pelayanan peminatan studi, pelayanan yang secara khusus tertuju kepada peminatan/lintas minat/pendalaman minat peserta didik sesuai dengan konstruk dan isi kurikulum yang ada. Arah peminatan/lintas minat/pendalaman minat ini terkait dengan bidang bimbingan pribadi, sosial, belajar, dan karir dengan menggunakan segenap perangkat (jenis layanan dan kegiatan pendukung) yang ada dalam pelayanan Bimbingan dan Konseling. Perlu kita pahami bersama bahwa proses peminatan studi dan karir yang akan dilaksanakan oleh peserta didik sebaiknya dibantu oleh Konselor dengan berbasis data dan teori. Berbasis data dimaksudkan bahwa layanan peminatan ini sebaiknya didasarkan pada data aktual yang dimiliki oleh peserta didik seperti bakat, minat, ketrampilan yang dimiliki, data orang tua, data lingkungan dan masih banyak data lain yang sebaiknya dikumpulkan oleh Konselor. Hal kedua terkait dengan upaya membantu layanan peminatan peserta didik adalah penggunaan teori pilihan karir yang dipergunakan oleh Konselor sebagai basis pelaksanaan. Banyak teori karir yang berkembang dan dapat dipergunakan oleh konselor untuk membantu peserta didik dalam pemilihan peminatan. Salah satu teori pilihan karir yang bisa diterapkan di sekolah adalah teori pilihan karir RIASEC yang diperkenalkan oleh Holland. RIASEC adalah akronim dari R (Realistik), I (Investigative), A (Artistic), S (Social), E (Entrepreneur), dan C (Conventional). ILO (2011) yang bekerja sama dengan ABKIN memberikan daftar pekerjaan yang terkait dengan teori karir RIASEC sebagai berikut. Realistik Investigatif Artistic Social Entrepreneur Conventional Polisi Udara Guru mesin Guru Seni, drama dan musik Guru ekonomi Manajer penjualan Akuntan Tukang listrik Insinyur Piranti lunak komputer, sistem Guru bahasa Inggris & sastra Guru antropologi dan arkeologi Analis manajemen Auditor Pemasang pipa Insinyur piranti lunak komputer, aplikasi Guru bahasa asing dan sastra Guru ilmu politik Manajer sistem informatika dan komputer Pekerja administratif Pemasang pipa Guru ilmu pertanian Manajer periklanan dan promosi Guru Ilmu Budaya Manajer, Pemimpin Cabang dan Divisi Keuangan Pelayanan Mekanik mesin pendingin dan penghangat ruang kesehatan Guru khusus Direktur Guru sosiologi Eksekutif pemerintah Sekretaris bidang hukum Mekanik kulkas Ahli anestesi Produser Guru sejarah Manajer pelayanan kesehatan Ispektur bea cukai dan imigrasi Pengemudi truk dan trailer Ahli penyakit dalam Direktur pencari bakat Instruktur dan guru bidang keperawatan Eksekutif sektor swasta Petugas polisi bidang investigasi dst dst dst dst dst dst Pelayanan teraputik, pelayanan untuk menangani pemasalahan yang diakibatkan oleh gangguan terhadap pelayanan dasar dan pelayanan pengembangan, serta pelayanan peminatan. Permasalahan tersebut dapat terkait dengan kehidupan pribadi, kehidupan sosial, kehidupan keluarga, kegiatan belajar, karir. Pelayanan teraputik masuk dalam katagori tindakan kuratif, dimana peserta didik akan mendapatkan layanan pengentasan terhadap masalah yang sudah ada baik terkait dengan masalah pribadi, sosial, keluarga, belajar dan karir. Pada pelayanan teraputik ini, maka keterampilan konselor dalam mempergunakan strategi konseling akan sangat dibutuhkan. Pada dasarnya disinilah bentuk profesionalisme konselor akan sangat dibutuhkan, mulai dari bagaimana melakukan identifikasi masalah, diagnosis masalah, prognosis, treatment dan follow up. Para konselor sekolah sebaiknya mulai melakukan introspeksi dengan memunculkan pertanyaan, “Sudah layakkah saya menjadi konselor sekolah?” Pertanyaan ini mengandung makna yang sangat dalam, artinya, jika dijawab “ya” maka pertanyaan selanjutnya adalah “Apa yang bisa saya tingkatkan dari ketrampilan saya?” dst. Jika jawabannya adalah “tidak”, maka perlu dimunculkan pertanyaan, “Bagaimana saya bisa menyetalakan ketrampilan konseling saya?” Kondisi ini perlu dilakukan bagi semua konselor, agar pelayanan yang diberikan kepada peserta didik menjadi sebuah pelayanan yang bermakna dan bermartabat. Pemahaman dan keterampilan konselor untuk melaksanakan kegiatan layanan teraputik ini menjadi perhatian utama bagi para konselor. Upaya perolehan keterampilan ini dapat dilakukan melalui berbagai cara seperti mengikuti pelatihan, workshop atau seminar tentang ke-BK-an. Sejauh pengamatan penulis, masih banyak layanan konseling dilakukan dengan tidak memperhatikan kaidah-kaidah konseling. Penggunaan keterampilan dasar konseling dan penggunaan strategi konseling masih dilakukan sembarangan. Kondisi ini sebaiknya segera kita kikis bersama, jika kita mengatas namakan KONSELOR. Pelayanan diperluas, pelayanan dengan sasaran di luar diri siswa pada satuan pendidikan, seperti personil satuan pendidikan, orang tua, dan warga masyarakat lainnya yang semuanya itu terkait dengan kehidupan satuan pendidikan dengan arah pokok terselenggaranya dan suskesnya tugas utama satuan pendidikan, proses pembelajaran, optimalisasi pengembangan potensi peserta didik. Pengertian tersebut mengarahkan kita untuk berpikir bahwa layanan bimbingan dan konseling tidak terfokus pada layanan peminatan saja. Kolaborasi antara Konselor dengan pihak-pihak lain di luar sekolah sangat diperlukan untuk menciptakan iklim yang kondusif bagi siswa untuk dapat menuntaskan tugas perkembangan dan pertumbuhannya. Simpulan Kurikulum 2013 merupakan sebuah awal dilakukannya program pengembangan peserta didik secara terpadu Referensi Depdikbud. 2013. Kompetensi Dasar SMA/MA. Jakarta: Depdikbud Depdikbud. 2013. Kompetensi Dasar SMP/MTs. Jakarta: Depdikbud Depdikbud. 2013 Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 81A/2013 tentang Implementasi Kurikulum 2013. Jakarta: Depdikbud. Fahrozin. Muh. 2013. Penguatan Layanan Bimbingan dan Konseling dalam Implementasi Kurikulum 2013. Makalah Disampaikan dalam Seminar Internasional Forum FIP JIP se-Indonesia. Medan 2013. Hurlock, Elisabeth. 1994. Psikologi Perkembangan: suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan. Jakarta: Erlangga. ILO. 2011. Panduan Pelayanan Bimbingan Karir. Jakarta: Kantor Perburuhan Internasional Kidd, Jennifer. 2006. Understanding Career Counselling:Theory, Research and Practice. London: Sage Publications Mozdzierz, Gerald J., Peluso, Paul R., Lisiecki, Joseph. 2009. Principles of Counseling and Psychotherapy: Learning the Essential Domains and Nonlinear Thinking of Master Practitioners. New York: Routledge Schellenberg, Rita. 2008. The New School Counselor: Strategies for Universal Academic Achievement. New York: Rowman & Littlefield Education Surya, Muhammad. 2013. Career Guidance in the Globalization Era.Makalah disampaikan dalam international conference: “new careers in new era” di surabaya, tanggal 5-6 juli 2013

Tidak ada komentar:

Kesurupan .......... Tulisan ini mencoba untuk menjawab berbagai pertanyaan tentang proses terjadinya kesurupan massal yang menjadi fe...