Sabtu, 31 Januari 2009

Pendekatan GESTALT

PENDEKATAN GESTALT

Oleh: Boy Soedarmadji

Frederick Perls (1893-1970) adalah pendiri pendekatan konseling Gestalt. Frederick dilahirkan di Berlin dan berasal dari keluarga Yahudi. Masa mudanya adalahmasa masa-masa yang penuh dengan masalah. Dia mengganggap dirinya sebagai sumber masalah dalam keluarganya dan dia bermasalah dengan pendidikannya. Bahkan di kelas tujuh, Frederick sempat tinggal kelas sebanyak dua kali dan bahkan keluar dari sekolah karena dia memiliki masalah dengan gurunya.
Walaupun di masa mudanya Frederick memiliki masalah dengan pendidikan, tetapi dia dapat menyelesaikan sarjananya, dan pada tahun 1916 dia bergabung dengan angkatan darat Jerman pada PD I.
Proses perkembangan teori Gestalt tidak bisa dilepaskan dari sosok Laura (Lore) Posner (1905-1990). Dia adalah isteri Frederick perls yang secara signifikan turut mengembangkan teori Gestalt. Laura dilahirkan di Pforzheim Jerman. Awal mulanya dia adalah seorang pianis sampai dengan umur 18 tahun. Pada awalnya, Laura juga seorang pengikut aliran Psikoanalisa, yang kemudian pindah untuk mendalami teori-teori Gestalt. Pada tahun 1926, Laura dan Perls secara aktif melakukan kolaborasi untuk mengembangkan teori Gestalt, hingga pada tahun 1930 akhirnya mereka menikah. Pada tahun 1952, mereka mendirikan New York Institute for Gestalt Therapy.

Pandangan tentang manusia
Walaupun pada awalnya Frederick merupakan pengikut aliran psikoanalisa, tetapi dalam perkembangannya, teori Gestal banyak bertentangan dengan teori Sigmund Freud. Jika Psikoanalisa memandang manusia secara mekanistik, maka Frederick memandang manusia secara holistic. Freud memandang manusia selalu dikuasai oleh konflik (intrapsychic conflict) awal masa anak-anak yang ditekan, maka Frederick memandang manusia pada situasi saat ini. Sehingga Gestalt lebih menekankan pada pada apa yang dialami oleh konseli saat ini daripada hal-hal yang pernah dialamai oleh konseli, dengan kata lain, Gestalt lebih memusatkan pada bagaimana konseli berperilaku, berpikiran dan merasakan pada situasi saat ini (here and now) sebagai usaha untuk memahami diri daripada mengapa konseli berperilaku seperti itu.
Teori Gestalt merupakan suatu pendekatan konseling yang didasarkan pada suatu pemikiran bahwa individu harus dipahami pada konteks hubungan yang sedang berjalan dengan lingkungan (ongoing relationships). Sehingga salah satu tujuan konseling yang ingin dicapai oleh Gestalt adalah menyadarkan (awareness) konseli terhadap apa yang sedang dialami dan bagaimana mereka menangani masalahnya. Gestalt berkeyakinan bahwa melalui kesadaran ini maka perubahan akan muncul secara otomatis.
Pendekatan Gestalt mengarahkan konseli untuk secara langsung mengalami masalahnya daripada hanya sekedar berbicara situasi yang seringkali bersifat abstrak. Dengan begitu, konselor Gestalt akan berusaha untuk memahami secara langsung bagaimana konseli berpikir, bagaimana konseli merasakan sesuatu dan bagaimana konseli melakukan sesuatu, sehingga konselor akan “hadir secara penuh” (fully present) dalam proses konseling sehingga yang pada akhirnya memunculkan kontak yang murni (genuine contacs) antara konselor dengan konseli.
Gestalt meyakini bahwa konseli adalah sosok yang terus tumbuh dan memiliki kemampuan untuk berdiri di atas dua kakinya sendiri serta mampu mengatasi masalahnya sendiri. Hal ini membuat pendekatan Gestalt memiliki dua agenda besar dalam proses konseling yaitu, a) menggerakkan konseli untuk berubah dari environmental support ke self-support dan b) integrasi ulang terhadap bagian-bagian kepribadian yang tidak dimiliki (reintegrating the disowned parts of personality).
Agenda sebagaimana disebut di atas berpengaruh terhadap proses konseling yang akan dilakukan oleh konselor. Dalam proses konseling, konselor tidak memiliki agenda khusus, konselor tidak memiliki keinginan-keinginan, memahami bagaimana konseli berhubungan dengan lingkungan secara saling ketergantungan (interdependence). Hal ini mengarahkan konselor untuk menekankan proses dialog selama proses konseling. Pendekatan ini akan menciptakan kontak yang spontan yang pada akhirnya berujung pada bagaimana konselor dan konseli memahami proses konseling itu sendiri (moment-to-moment experience).
Salah satu pemikiran penting dari teori Gestalt adalah memandang individu sebagai agen yang dapat melakukan regulasi diri (self-regulate). Pengontrolan diri akan muncul jika individu secara sadar memahami apa yang terjadi di sekitarnya. Proses terapi hanya akan memfasilitasi bagaimana kesadaran itu muncul dan bagaimana kesadaran tersebut berinteraksi dalam proses konseling.
Yontef (1993) menyatakan secara eksplisit bahwa, “In Gestalt therapy there are no "shoulds." Instead of emphasizing what should be, Gestalt therapy stresses awareness of what is. What is, is. This contrasts with any therapist who "knows" what the patient "should" do”.
Pola pikir di atas menunjukkan bahwa dalam proses konseling, konseli akan berusaha mengenali siapa dirinya dan menjadi dirinya sendiri. Sebab Gestalt yakin bahwa permasalahan tidak akan selesai jika konseli masih menjadi orang lain. Masalah akan selesai jika konseli secara sadar memahami siapa dirinya. Sehingga, dalam proses konseling, konseli akan difasilitasi untuk memahami siapa dirinya dan bukan diarahkan untuk menjadi apa.

Prinsip Teori Gestalt
Dalam terapi Gestalt, pengalaman menyeluruh (pikiran, perasaan dan sensasi tubuh) dari individu menjadi perhatian yang sangat penting. Pendekatannya lebih dipusatkan pada kondisi di sini dan saat ini (here and now) yaitu menyadari apa yang terjadi dari waktu ke waktu (moment by moment).

Holism keseluruhan merupakan teori Gestalt yang utama. Gestalt tidak memandang manusia bagian perbagian. Manusia tidak bisa hanya diketahui dari komponen fisiknya saja, atau dari komponen psikisnya saja. Tetapi mengenal manusia harus dilakukan secara komprehensif, yaitu dari sisi psikis dan fisiknya. Selain itu, mengenal manusia tidak didasarkan pada diri individu itu saja, tetapi terintegrasi dengan lingkungan di mana individu tersebut berada. Perls (dalam Brownell, 2003) menyatakan bahwa holism dideskripsikan sebagai suatu keseluruhan bentuk kesadaran manusia yang meliputi respon motorik, respon perasaan, respon pikiran yang dimiliki oleh organisme.

Field Theory adalah teori Gestalt yang menyatakan bahwa mengenal manusia harus dilihat pula lingkungan di mana manusia itu berada. Dengan demikian, konselor akan memberikan perhatian lebih kepada konseli terhadap interaksinya dengan lingkungan (keluarga, sekolah, masyarakat, tempat kerja). Dengan kata lain, bahwa field theory merupakan suatu metode untuk mendeskripsikan keseluruhan medan (field) yang dialami oleh konseli. pada saat ini. Hal ini lebih daripada hanya sekedar menganalisis kejadian-kejadian yang telah terjadi dalam hubungannya dengan lingkungan (Yontef, 1993).

The Figure-Formation Process dideskripsikan sebagai usaha individu untuk melakukan pengorganisasian atau memanipulasi lingkungannya dari waktu ke waktu.

Organismic Self-Regulation merupakan sebuah proses dimana seseorang berusaha dengan keras untuk menjaga keseimbangan yang secara terus menerus diganggu oleh kebutuhan-kebutuhan. Jika usaha untuk menjaga keseimbangan ini berjalan dengan baik maka mereka akann kembali ke dalam posisi utuh. Pada dasarnya manusia memiliki kekuatan yang secara alami akan mengarahkan mereka untuk melakukan proses penyeimbangan dalam dirinya. Proses penyeimbangan ini berbentuk proses asimilasi, mengakomodasi perubahan atau menolak pengaruh-pengaruh dari luar. Masalah seringkali muncul saat seseorang berusaha untuk melakukan pemutusan kontak (interruption contacts).

Saat Ini (The Now)
Dalam pendekatan Gestalt, situasi saat ini merupakan hal yang sangat penting (the most significant tense). Sehingga dalam proses konseling, konseli akan diajak untuk belajar mengapresiasi dan mengalami secara penuh keadaan saat ini. Gestalt tidak akan mencari tahu apa yang telah terjadi di masa lalu, tetapi lebih pada mendorong konseli untuk membicarakan saat ini. Pemusatan pada masa lalu akan menjadi jalan bagi konseli untuk menghindari masalahnya. Joel dan Edwin (1992) menyatakan ”What does this mean, "present centered"? In essence, it means that what is important is what is actual, not what is potential or what is past, but what is here, now”.
Untuk membantu konseli memahami keadaan saat ini, maka konselor dapat membantu dengan memberikan kata tanya “Apa” dan “Bagaimana”, dengan demikian, kata tanya “Mengapa” adalah kata tanya yang sangat jarang dipergunakan (Zimberoff dan Hartman, 2003). Bahkan, seringkali konselor memotong pembicaraan konseli, jika konseli mulai berkutat dengan masa lalunya. Konselor akan memotong pembicaraan konseli dengan pernyataan seperti, ”Apa yang kamu rasakan pada saat kakimu bergoyang saat bicara?’ atau ”Dapatkah kamu merasakan tekanan suaramu? Tidakkah kamu merasa ketakutan?” Usaha konselor ini adalah untuk mengembalikan kesadaran konseli saat ini.
Konselor Gestalt meyakini bahwa pengalaman masa lalu, seringkali mempengaruhi keadaan konseli saat ini, terlebih jika pengalaman masa lalu memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian atau masalah yang dimiliki oleh konseli. Di lain pihak, karena (mungkin) ketakutannya untuk menyelesaikan masalah, maka konseli cenderun untuk secara terus menerus membicarakan masa lalunya. Untuk mengatasi masalah ini, maka konselor dapat mengajak konseli untuk kembali ke saat ini dengan cara “membawa fantasinya ke saat ini” dan mencoba untuk mengajak konseli untuk melepaskan keinginannya. Sebagai contoh, seorang anak memiliki trauma dengan perilaku ayahnya. Konselor tidak mengajak konseli untuk membicarakan apa yang telah terjadi, tetapi lebih mengajak konseli untuk merasakan saat ini dan berorientasi pada pada apa yang ingin dilakukan (semisal, berbicara dengan ayahnya).

Urusan yang Belum Selesai (Unfinished Bussines)
Individu seringkali mengalami masalah dengan orang lain di masa lalu. Menurut Gestalt, masalah masa lalu yang belum terselesaikan atau terpecahkan disebut dengan Unfinished Bussiness yang dapat dimanifestasikan dengan munculnya kemarahan (resentment), amukan (rage), kebencian (hatred), rasa sakit (pain), cemas (anxiety), duka cita (grief), rasa bersalah (guild) dan perilaku menunda (abandonment).
Polster (dalam Corey, 2005) menyatakan bahwa beberapa bentuk perilaku akibat unfinished bussines adalah seseorang akan asyik dengan dirinya sendiri, memaksa orang lain untuk menuruti kehendaknya, bentuk-bentuk perilaku yang menempatkan dirinya sebagai orang kalah, bahkan seringkali muncul simptom-simptom penyakit fisik.
Sebagai contoh ada seorang mahasiswa yang menganggap bahwa semua perempuan itu tidak baik. Perilaku mahasiswa ini cenderung untuk menjauhi perempuan. Diketahui bahwa masa lalu mahasiswa ini mengalami perlakuan yang buruk dari ibunya sewaktu berusia sekolah dasar (unfinished bussines). Pendekatan Gestalt tidak berorientasi pada masa lalu atau berusaha untuk mengorek perilaku orang tua yang menyebabkan dia berperilaku menjauhi perempuan. Sebab, jika itu dilakukan, maka mahasiswa ini akan berusaha untuk meraih masa lalunya yang hilang, dan dia akan berpikir menjadi anak kecil. Ini adalah proses yang tidak produktif. Konselor Gestalt akan berusaha untuk membantu mahasiswa ini merasakan apa yang terjadi saat ini. Konselor akan menfasilitasi mahasiswa ini untuk menunjukkan situasi yang terjadi saat ini. Mahasiswa dibantu untuk menyadari bahwa perilakunya tidak produktif dan kemudian mencari perilaku-perilaku yang lebih produktif.

Contact & Resisstance to Contact
Hal terpenting dalam kehidupan manusia adalah malakukan kontak atau bertemu dengan orang lain di sekitar. Kirchner (2008) menyatakan bahwa setiap individu memiliki kemampuan untuk melakukan kontak secara efektif dengan orang lain, dengan kemampuan itu, maka individu akan dapat bertahan hidup dan tumbuh semakin matang. Semua kontak yang dilakukan oleh individu memiliki keunikan sendiri-sendiri yang berujung pada bagaimana individu dapat menyesuaikan dirinya dengan lingkungan.
Perls menyatakan bahwa proses kontak dilakukan dengan cara melihat, mendengar, membau, meraba dan pergerakan. Lebih lanjut, Gestalt Institute of Cleveland (dalam Krichner, 2000) menunjukkan bahwa proses kontak terjadi karena tujuh tingkatan yaitu (a) sensation, (b) awareness, (c) mobilization of energy, (d) action, (e) contact, (f) resolution and closure, dan (7) withdrawal.
Proses kontak individu dengan individu lain seringkali mengalami masalah. Masalah ini seringkali muncul karena konseli cenderung untuk menghindari kontak dengan keadaan saat ini dan orang lain. Krichner (2000) menyatakan ada empat hal yang menjadi masalah konseli yaitu confluence, introjection, projection, dan retroflection

Energy & Blocks to Energy
Pendekatan Gestalt memperhatikan energy yang dimiliki oleh individu. Dimana teori ini berkeyakinan bahwa untuk bisa menyelesaikan masalahnya, maka seseorang akan mengeluarkan energy. Penutupan energy ini akan tampak pada keadaan fisik seseorang. Seseorang yang tidak bisa mengeluarkan energinya, seringkali ditampakkan dengan perilaku non verbal seperti, bernapas pendek-pendek, tidak focus dengan lawan bicara, berbicara dengan suara tertahan, perhatian yang minimal terhadap sebuah obyek, duduk dengan kaki tertutup, posisi duduk yang cenderung menjauhi lawan bicara dan lain sebagainya. Sebagai contoh, seseorang yang pada saat ini ingin marah, tetapi tertahan, maka tubuhnya akan mereaksi penahaman marah (sebagai upaya pelepasan energy) dengan bentuk-bentuk seperti napas tersengal-sengal.
Dalam proses konseling, konselor berusaha untuk membantu kondisi pelepasan energy yang dimiliki oleh konseli. Pada awalnya konseli diajak untuk mengenal perasaannya saat ini, dan kemudian membantu untuk melepaskan energi yang tertahan tersebut.
Referensi:

Brownell, Philip. 2003. Gestalt Global’s, Gestalt Therapy Construct Library, Construct from “G” through “P”. phil@g-gej.org, diakses tanggal 31 Januari 2008.
Corey, Gerald. 2005. Theory and Practice of Counseling and Psychotherapy (7th ed). Belmont: Thomson Brooks/Cole.
Cottone, Rocco. 1992. Theories and Paradigms of Counseling and Psychotherapy. Boston: Allyn and Bacon.
Higgins, Jude. 2008. What is Gestalt therapy? www.psychotherapybristol.co.uk diakses tanggal 31 Desember 2008.
Joel, Latner., Edwin, Nevis. 1992. The Theory of Gestalt Therapy. Gestalt Institute of Cleveland (GIC) Press.
Kirchner, Maria. 2000. Gestalt Therapy Theory: An Overview. www.newyorkgestalt.org, diakses tanggal 31 Desember 2008.
Wikipedia. 2008. Gestalt Therapy. http://en.wikipedia.org/wiki/Gestalt_ therapy, diakses tanggal 31 Desember 2008.
Yontef, Gary. 1993. Gestalt Therapy: An Introduction. www.gjpstore.com, diakses tanggal 31 Desember 2008.
Zimberoff, Dianne., Hartman, David. 2003. Gestalt Therapy and Heart-Centered Therapies. Journal of Heart-Centered Therapies, 2003, Vol. 6, No. 1, pp. 93-104 .

5 komentar:

Anonim mengatakan...

Gimana kabarnya Pak Dosen. Masih ingat dengan nama ini, Arief Mustafa. Kita satu angkatan di Jurusan PPB IKIP Surabaya tahun 1988. saat ini saya jadi guru bk di smpn 1 kasembon blog saya : http://bksmpn1kasembpn.blogspot.com. Atau http://blognya-arief.blogspot.com. Sukses ya........!

BOY SOEDARMADJI, S.Pd., M.Pd., CH., CHt mengatakan...

Tentu gak lupa, alamat e-mail ku: boy_soedarmaji@yahoo.com. God Bless you

tukang nggame mengatakan...

matur nuhun artikelnya bagus

BOY SOEDARMADJI, S.Pd., M.Pd., CH., CHt mengatakan...

siapakah anda?

adi lavista mengatakan...

saya ADI, mhs psikologi unnes yang sedang mencari referensi teknik-teknik terapi gestalt. artikel yang komplit, pak, tapi saya tak menemukan teknik terapi gestalt. terus terang, saya kesulitan mencari referensi mengenai teknik "Making The Round", bisa bapak bantu menjelaskan pada saya? kalau bisa, contoh kasusnya juga agar saya lebih memahami.

Kesurupan .......... Tulisan ini mencoba untuk menjawab berbagai pertanyaan tentang proses terjadinya kesurupan massal yang menjadi fe...