Selasa, 09 September 2008

Perkembangan Individu

PERKEMBANGAN INDIVIDU


MASA KANAK-KANAK

Sepanjang rentang kehidupannya, seorang individu mempunyai tugas-tugas perkem-bangan yang harus diselesaikannya (accomplished). Pada usia-usia tertentu, mereka akan mengalami suatu perkembangan phisik dan psikis. Banyak ahli yang telah memberikan indicator-indikator perkembangan masing-masing individu sepanjang rentang kehidupannya. Salah satu ahli adalah Piaget (ahli psikologi kognitif). Piaget menyatakan bahwa perkembang-an anak antara usia 0 – 2 tahun terbagi menjadi 6 stadium.

Tabel 1. Stadium Perkembangan anak usia 0 – 11 tahun menurut Piaget
Stadium Umur/bln Perkembangan kognitif
1 0 - 1 Refleks-refleks bawaan
2 1 - 4 Mulai terjadi koordinasi antara mata dan tangan (bayi sering bermain jari tangan atau jari kaki)
3 4 - 8 Mulai dapat bergaul dengan lingkungannya, terutama orang-orang terdekat
4 8 - 12 Mulai berjalan dan mencari barang-barang yang dipindahkan
5 12 - 18 Mulai mengeksplorasi diri dengan mencari barang-barang yang disimpan (trial and error)
6 18 – 24 Anak mulai dapat membayangkan adanya perpindahan suatu benda, walaupun benda tersebut tidak ada.
7 24 – 7 thn Merupakan masa pra-operasional
- penguasaan bahasa yang sistematis
- permainan simbolis (bermain peran)
- Dapat bermain secara pura-pura (imaginasi)
- Berpikir secara egosentris
- Tidak dapat berpikir secara terbalik (irreversible)
8 7 – 11 thn Masa operasional konkrit
- anak dapat melakukan aktivitas-aktivitas tertentu dalam situasi yang konkrit
berpikir egosentrisme sudah mulai berkurang
9 11 thn ke atas Masa opersional formal
- berpikir deduktif-hipotesis
- berpikir operasional formal dan kombinatoris
Diadopsi dari: Psikologi perkembangan, Monks., Knoers., Haditono. 1991:186.

Piaget merupakan tokoh psikologi yang berasal dari Swiss. Dalam teorinya, Piaget mempunyai kecenderungan untuk menggabungkan istilah-istilah biologi kedalam dunia psikologi perkembangan. Teori yang dikenalkan kepada masyarakat umum bahwa setiap organisme yang dilahirkan ke dunia ini mempunyai dua kecenderungan mendasar yaitu kecenderungan untuk beradaptasi dan organisasi (Haditono, 1991).
Kecenderungan adaptasi merupakan suatu bawaan yang dimiliki oleh individu untuk dapat menyesuaikan dirinya dengan lingkungan. Dalam hal ini dilakukan dengan cara asimilasi yaitu usaha untuk mengubah lingkungannya guna menyesuaikan dengan dirinya dan akomodasi yaitu merubah dirinya untuk dapat diterima oleh lingkungannya.
Kecenderungan organisasi merupakan bawaan yang dimiliki oleh individu untuk mengintegrasikan proses-proses yang berada dalam dirinya sendiri menjadi suatu sistemn yang lebih berhubungan. Pada tahap ini, seorang anak sudah mulai dapat mengintegrasikan kegiatan-kegiatan fisiknya yang selama ini masih terpisah-pisah. Proses integrasi antara kecenderungan akomodasi dan organisasi ini disebut sebagai ekulibrium (keseimbangan).
Piaget membagi perkembangan kognitif siswa menjadi beberapa tahapan atau stadium. Stadium-stadium tersebut adalah sebagai berikut:
1. Stadium sensori-motorik
2. Stadium pra-operasional
3. Stadium operasional konkrit
4. Stadium operasional formal

Penjelasan masing-masing stadium adalah sebagai berikut:
1. Stadium sensori-motorik (0-18 atau 24 bulan)
Stadium sensori motorik ini lebih mengarah kepada kegiatan-kegiatan reflek yang dilakukan oleh anak semasa masih bayi. Gerakan refleks ini merupakan sesuatu yang seringkali tidak diajarkan oleh lingkungan (orang tua) seperti menghisap, menggerakkan tangan atau bahkan menangis. Selanjutnya Piaget (dalam Haditono, dkk, 1991) menjelaskannya lebih lanjut dalam bentuk tabel yang menunjukkan sub-stadium senso-motorik sebagai berikut:

Perkembangan kognitif Permanensi Obyek
Stadium 1 (0-1bln)
Skema-skema refleks

Stadium 2 (1-4 bln)
Modifikasi stadium 1 dan telah muncul koordinasi dan lebih berorientasi kepada bada sendiri (memegang jari kaki)

Stadium 3 (4-8 bln)
Bergaul secara efektif dengan lingkungan di sekitarnya

Stadium 4 (8-12 bln)
Tingkah laku yang muncul semakin intensif

Stadium 5 (12-18 bln)
Trial error yang aktif, ada dorongan untuk mengadaka eksplorasi terhadap obyek-obyek yang baru

Stadium 6 (18-24 bln)
Anak sudah mulai bisa berpikir
Stadium 1 dan 2
Bayi mulai bisa mengikuti perpindahan obyek yang bergerak

Stadium 3
Anak mampu mengikuti menghilangnya obyek yang dilihat sampai melampaui tempat menghilangnya obyek (misal membungkuk untuk melihat obyek yang jatuh)

Stadium 4
Mencoba memegang obyek yang dengan tangan. Saat ini anak mulai dapat mengidentifikasi peletakan suatu barang di suatu tempat, dan dia akan mencari jika tidak ada.

Stadium 5
Mencari barang yang hilang

Stadium 6
Mulai mempergunakan imajinasinya untuk membayangkan adanya kemungkinan-kemungkinan perpindahan suatu benda yang tersembunyi.

2. Stadium pra-operasional
Masa stadium pra-operasional ini ditandai dengan penguasaan bahasa yang dilakukan secara sistematis, anak mulai bisa menjawab pertanyaan-pertanyan yang diajukan oleh orang lain, dapat melakukan permainan-permainan simbolis dan mengimitasi perilaku. Hal lain pada usia ini adalah kemampuan anak untuk berpura-pura. Pada usia ini anak dapat berpura-pura “menjadi” orang lain yang dibayangkan-nya.
Pada usia ini, pola berpikir anak masih egosentris (berpusat pada diri sendiri). Dengan demikian, segala sesuatu yang diungkapkannya merupakan manifestasi dari sudut pandangnya sendiri. Jika dia ditanya mengenai seorang MJ (Michael Jakcson), maka dia tidak akan berbicara tentang MJ yang tenar, tetapi lebih pada bagaimana dia menyenangi MJ sesuai dengan sudut pandangnya sendiri.
3. Stadium operasional konkrit
Pada stadium ini, sifat egosentris yang dimiliki oleh anak sudah mulai berkurang. Sehingga dapam menyampaikan pendapatnya dia tidak hanya menyampaikan pendapatnya sesuai dengan keadaan dirinya saja, tetapi sudah mulai dapat berpikir dengan mempertimbangkan ldimensi-dimensi lain di luar dirinya. Hanya saja, karena disebut sebagai stadium oerasional konkrit, maka anak ini hanya dapat “bekeja” dalam situasi yang konkrit (nyata). Dengan demikian, pada usia ini seorang anak tidak dapat diajak untuk memprediksi dan memperhitungkan kemungkinan-kemungkinan apa yang akan terjadi di masa yang akan datang sesuai dengan apa yang dikerjakannya pada saat ini.

4. Stadium operasional formal
Stadium operasional formal mempunyai dua sifat penting a) sifat deduktif-hipotesis yaitu cara berpikir secara teoritis, menganalisa permasalahan, mengajukan hipotesis dan kemudian menyelesaikan masalah. Di tingkat sekolah dasar, seringkali penyelesaian masalah ini disajikan dalam bentuk soal cerita yang mengkombinasikan beberapa permasalaha dan b) berfikir kombinatoris yaitu tingkatan pikir anak yang dapat ditunjukkan dengan kemampuan anak untuk mengkombinasikan dimensi-dimensi atau hal-hal di luar dirinya untuk menyelesaikan permasalahan. Contoh, seorang anak diberi 5 gelas berisi air warna-warni, kemudian guru memberikan suatu warna dan kemudian anak diminta untuk mencampur air dalam gelas tadi agar didapat warna yang sesuai dengan gelas yang ditunjukkan oleh gurunya. Pada saat ini sudah muncul kemampuan memecahkan masalah (problem solving). Dengan demikian, siswa telah dapat memikirkan munculnya variabel-variabel yang mungkin atau hubungan-hubungan yang kemudian dapat diselidiki kebenarannya melalui eksperimen atau observasi (nasution, 2003).
Menurut Hurlock (1994), pada usia ini tugas perkembangan fisik yang terjadi pada masa kanak-kanak antara lain adalah:
1. Tinggi badan, tinggi badan anak usia ini kurang lebih 46,6 inci atau sekitar 100-120 cm.
2. Berat badan, berat badan anak usia TK atau pada usia 6 tahun setidaknya harus enam atau tujuh kali dari saat mereka dilahirkan.
3. Perbandingan tubuh, pada usia anak TK pertumbuhan fisik (tubuh) akan semakin memperlihatkan bentuknya seperti wajah tetap kecil tetapi dagu lebih besar, perut rata (tidak buncit) dan dada yang lebih bidang dan rata.
4. Postur tubuh, postur tubuh anak TK pada umumnya dibadi menjadi tiga yaitu gemuk lembek (endomofrik), kuat berotot (mesomofrik) dan kurus (ektomofrik).
5. Tulang dan otot, pada usia anak TK pertumbuhan tulang dan otot akan sangat bervariasi. Seringkali terlihat bahwa otot mereka semakin kuat dan besar, tetapi tampak lebih kurus walaupun berat mereka bertambah.
6. Lemak, anak yang endomofrik cenderung memiliki lemak lebih banyak, anak yang mesomofrik cenderung memiliki jaringan otot yang banyak dibanding lemaknya, sedangkan anak ektomofrik mempunyai otot yang kecil dan sedikit jaringan lemak.
7. Gigi, anak usia ini sudah mulai muncul gigi tetap yang mempunyai celah diantara masing-masing gigi yang memungkinkan munculnya gigi baru.

Perlu kita ingat bersama bahwa pada anak-anak usia sekolah dasar adalah daya kemauan anak belum kuat dan belum berkembang penuh, oleh karena itu perlu tuntunan yang bijaksana dan kewibawaan untuk memupuk disiplin di segala bidang (kartono, 2001).

PERKEMBANGAN MASA REMAJA
Havigurst (dalam Haditono, dkk:1991) menyebutkan bahwa remaja adalah mereka yang berusia antara 12 – 18 tahun dengan mempunyai ciri-ciri 1) mengalami perkembangan aspek biologis, 2) menerima peranan dewasa berdasarkan pengaruh kebiasaan masyarakat sendiri, 3) mendapatkan kebebasan emosional dari orang tua dan atau orang dewasa lain, 4) mendapatkan pandangan hidupnya sendiri dan 5) realisasi suatu indentitas sendiri dan dapat mengadakan partisipasi-partisipasi dalam kebudayaan pemuda sendiri.
Definisi di atas secara tidak disadari menempatkan remaja pada posisi yang tidak menguntungkan, karena di satu sisi mereka tidak mau dikatakan sebagai anak kecil, tetapi di sisi lain mereka masih belum dapat berperan sebagaimana orang dewasa. Ironisnya, orang dewasa mengatakan bahwa bahwa mereka belum dewasa. Masa remaja awal secara umum dicirikan sebagai masa badai dan topan. Masa ini ditandai dengan banyaknya permasalahan yang dialami oleh individu dan mempengaruhi pola pikir serta bagaimana remaja berperilaku.
Hurlock (1994) menyatakan bahwa ciri-ciri masa puber adalah 1) masa puber adalah masa tumpang tindih, 2) masa puber adalah periode yang singkat, 3) masa puber merupakan masa pertumbuhan yang sangat pesat, 4) masa puber merupakan fase negatif, dan 5) pubertas terjadi pada berbagai tingkatann usia. Penjelasan keterangan di atas adalah sebagai berikut:
1) masa puber adalah masa tumpang tindih, masa puber merupakan masa peralihan dari usia anak-anak untuk memasuki masa remaja. Pada masa ini individu mengalami suatu keadaan dimana mereka tidak mau disebut sebagai “anak-anak”, tetapi masyarakat masih belum mau menyebut mereka sebagai “remaja”. Kondisi ini memunculkan perilaku-perilaku yang tumpang tindih. Seringkali mereka berperilaku sebagaimana perilaku anak-anak pada umumnya seperti bermain, berlari-larian, berkejar-kejaran dan lain sebagainya. Tetapi di lain pihak, mereka juga memunculkan perilaku-perilaku anak usia remaja seperti kongkow-kongkow, mencoba merokok, bergerombol membentuk gank dan lain sebagainya. Anak pada usia ini melakukan usaha trial and error untuk bisa menemukan perilaku yang sesuai dengan keadaan dirinya. Jika suatu perilaku dianggap tidak pantas (terutama oleh komunitasnya) maka akan ditinggalkan, sebaliknya, jika perilaku tersebut dapat diterima oleh komunitasnya, maka perilaku tersebut akan semakin menguat.
2) masa puber adalah periode yang singkat, masa puber terjadi selama kurang lebih 2-3 tahun. Individu yang mengalami masa puber antara 1-2 tahun, maka dianggap sebagai anak yang “cepat matang”. Kaum perempuan pada umumnya lebih cepat matang jika dibandingkan dengan usia kematangan yang dimiliki oleh laki-laki. Kematangan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain gizi dan lingkungan dimana seseorang berada. Saat ini asupan gizi yang diterima oleh anak sudah sangat baik. Sumber-sumber protein yang mempercepat proses kematangan sudah semakin mudah untuk didapatkan. Anak-anak saat ini cenderung memiliki perilaku konsumtif yang lebih besar jika dibandingkan dengan kondisi 5-10 tahun yang lalu. Telur dan makanan fast food saat ini sudah bukan menjadi barang mahal, setiap individu bisa membelinya. Jika disimak lebih jauh, makanan-makanan siap saji ini memiliki kadar lemak dan protein yang tinggi, dilain pihak protein yang tinggi akan mempercepat proses kematangan seorang anak. Sehingga masa mentruasi anak perempuan seringkali menjadi lebih cepat, yang biasanya usia 10-12 tahun, saat ini telah ditemukan usia 8-10 telah mengalami menstruasi pertama.
3) masa puber merupakan masa pertumbuhan yang sangat pesat, saat seorang anak memasuki masa puber, maka akan terjadi pertumbuhan yang sangat pesat, terutama tampak pada pertumbuhan fisik. Hal ini sangat mungkin, karena pada masa puber seseorang akan melakukan aktivitas yang luar biasa banyaknya. Aktivitas yang luar biasa ini membutuhkan tenaga pendorong yaitu makanan. Dengan aktivitas yang luar biasa kemudian ditambah dengan asupan gizi yang cukup, maka pertumbuhan fisik akan semakin terlihat. Anak laki-laki akan mengalami perubahan tinggi badan yang signifikan dengan pertumbuhan-pertumbuhan ototnya. Anak perempuan akan meunjukkan perubahan ke ”samping” atau mekar.
4) masa puber merupakan fase negatif, sebagaimana dijelaskan di atas bahwa pada masa puber seorang anak seringkali berada pada kondisi ”bingung”. Suatu kondisi dimana seorang anak tidak tahu bagaimana mereka memposisikan dirinya. Kondisi ini akan membuat seorang anak mencoba perilaku-perilaku baru, yang mana perilaku ini ditujukan agar mereka memperoleh posisi yang jelas. Perilaku yang dicoba oleh anak usia puber seringkali justru meniru perilaku orang-orang dewasa, seperti merokok, membentuk gank, kongkow-kongkow sampai larut malam dan perilaku-perilaku lain yang dilakukan oleh orang dewasa. Hanya perlu diketahui bahwa fase ini hanya akan berlangsung singkat, sehingga jika mendapatkan bimbingan yang benar, maka anak tersebut tidak akan larut dalam perilaku-perilaku yang dianggap negatif oleh orang dewasa.
5) pubertas terjadi pada berbagai tingkatan usia, Hurlock menyatakan bahwa pubertas ada dasarnya adalah masa transisi. Dengan demikian, pubertas ini bisa saja terjadi pada berbagai tingkatan usia. Arti dari berbagai tingkatan usia ini pada dasarnya merupakan rentangan waktu terjadinya masa pubertas yang ditandai dengan menstruasi pertama bagi perempuan atau mimpi basah bagi laki-laki. Banyak kondisi yang bisa menyebabkan terjadinya perbedaan masa pubertas sebagaimana telah dijelaskan di atas. Perubahan-perubahan yang terjadi di lingkungan kita juga akan mempercepat munculnya masa pubertas.

Kebingungan akan jati diri ini salah satu penyebabnya adalah adanya perubahan-perubahan biologis yang dialaminya. Padahal perubahan-perubahan biologis ini adalah hal yang alami. Seringkali remaja tidak bias menerima keadaan dirinya sendiri karena mereka menganggap bahwa pertumbuhan dirinya tidak sama dengan remaja lain. Ironisnya, orang tua atau lingkungan juga mendukung. Menurut beberapa penelitian di luar negeri (data di Indonesia belum ada) disebutkan sebagai berikut:

Tabel 2. Gambaran mengenai penyebaran perkembangan biologis seksual
Pertumbuhan/
Perkembangan Perempuan Laki-laki
Permulaan Penyebaran Permulaan Penyebaran
Payudara 8 - 13 8 - 18 - -
Testis dan Skrotum - - 9,5 – 13,5 9,5 – 17
Menarche/Haid 10 10 – 16,5 - -
Ejakulasi (mimpi basah) - - 13,5 ?
Penis - - 10,5 – 14,5 10,5 – 16,5
Rambut kemaluan 10,25 11,25-13,25 12,25 12,25-13,25
Suara 13 13 - 16 13 13 – 16
Rambut ketiak 12,75 12,75-14,75 14,25 14,25-14,75
Rambut muka - - 15,25 15,25 - 16
Rambut dada - - Biasanya setelah 16 thn
Percepatan pertumbuhan 9,5 - 12 9,5 – 14,5 10,5 - 14 10,5 – 17,5
Diadopsi dari: Psikologi perkembangan, Monks., Knoers., Haditono. 1991: 228.

Batasan remaja saat ini juga semakin kabur. Kekaburan ini muncul karena peran remaja di masyarakat yang semakin menonjol terutama di negara yang sedang berkembang (developing countries). Di masyarakat, seringkali ditemukan para pekerja adalah mereka yang mempunyai usia antara 15 sampai dengan 18 tahun, dimana ada anggapan bahwa jika seseorang sudah bekerja, maka mereka dapat dikatakan sebagai orang dewasa.
Sebagai individu yang berada pada posisi marginal, remaja pada akhirnya mempunyai pola pikir yang oleh sebagian orang dikatakan tidak logis, tidak dapat diterima dengan akal sehat dan lain sebagainya. Hal ini disebabkan remaja berpikir dalam konteks “dunianya”. Dunia yang serba ingin cepat, radikal bahkan seringkali melawan arus atau norma-norma yang berlaku di masyarakat. Sebagai contoh, peristiwa tawuran antar remaja. Mereka berpikir bahwa penyelesaian masalah sebaiknya dilakukan dengan cepat, jika perlu dengan adu phisik dengan kata lain remaja masih mengutamakan kekuatan phisiknya daripada kekuatan afektifnya.
Dari ciri-ciri yang telah disebutkan di atas, tampak bahwa masa remaja didominasi oleh keinginan untuk mengeksplorasi diri.Kecenderungan ini mengakibatkan remaja lebih sering terlihat dalam situasi-situasi yang membutuhkan kegiatan-kegiatan yang memungkinkan penampakan kegiatan phisik. Dengan demikian, kita sebagai pembimbing hendaknya menyadari akan kebutuhan remaja atau siswa didik kita, sehingga pada akhirnya kita dapat memberikan strategi pembeajaran atau metode pembelajaran yang sesuai dengan karakterstik remaja pada umumnya.

MASA DEWASA
Hurlock (1994) menyatakan bahwa dewasa berasal dari istilah adultus, yang berarti telah tumbuh menjadi kekuatan dan ukuran yang sempurna atau telah menjadi dewasa, sehingga orang dewasa adalah individu yang telah menyelesaikan pertumbuhannya dan siap untuk menerima kedudukan dalam masyarakat bersama dengan orang dewasa lainnya.
Untuk membatasi rentangan umur usia dini, saat ini masih belum terjadi kesamaan pendapat. Hurlock menyatakan bahwa di Amerika pada tahun 1990-an orang diang dianggap dewasa jika talah mencapai usia 21 tahun yang kemudian dirubah menjadi usia 18. Di Indonesia sendiri juga masih belum jelas. Ada kemungkinan masih mempergunakan batasan umur seperti yang terjadi di Amerika pada dekade tahun 90-an yaitu 21 tahun. Tetapi, jika seseorang telah menikah, walaupun umurnya di bawah 21 tahun, maka mereka dianggap telah dewasa.
Haditono, dkk (1991) menunjukkan beberapa ciri psikologis individu yang telah dianggap dewasa. Adapun ciri-ciri tersebut adalah:
1. Adanya usaha pribadi pada salah satu lapangan yang penting dalam kebudayaan yaitu pekerjaan, politik, agama, kesenian dan ilmu pengetahuan;
2. Kemampuan untuk mengadakan kontak yang hangat dalam hubungan-hubungan yang fungsional maupun yang tidak fungsional;
3. Suatu stabilitas batin yang fundamental dalam dunia perasaan dan dalam hubungan dengan penerimaan diri sendiri;
4. Pengamatan, fikiran dan tingkah laku menunjukkan sifat realitas yang jelas, namun masih ada relativismenya juga;
5. Dapat melihat diri sendiri seperti adanya dan juga dapat melihat segi-segi kehidupan yang menyenangkan; dan
6. Menemukan suatu bentuk kehidupan yang sesuai dengan gambaran dunia, atau filsafat hidup yang dapat merangkum kehidupan menjadi suatu kesatuan.

Lebih lanjut, Hurlock (1994) memberikan beberapa ciri masa dewasa dini sebagai berikut:
1. Masa dewasa dini sebagai masa ”pengaturan”
Sebagai proses dari kematangan hormon-hormon seksual, maka individu akan berusaha untuk mencari “pacar”. Pada masa ini, baik laki-laki maupun perempuan akan berusaha untuk mencari pasangan masing-masing. Dalam tahap ini mereka akan mengatur diri mereka untuk bisa menerima dan diterima oleh orang lain, terutama pasangan hidupnya. Mereka mulai mengatur diri mereka sendiri, yang tentu saja disesuaikan dengan calon pasangan hidupnya.
Sejalan dengan usaha untuk menemukan pasangan hidup ini, seseorang akan mulai mengatur dirinya untuk bisa mendapatkan jenis-jenis pekerjaan yang layak. Layak dalam hal ini adalah yang mampu menghasilkan uang yang dapat dipergunakan sebagai bekal meneruskan kehidupan berumah tangga. Sehingga, tidak jarang pada usia ini, seseorang seringkali melkukan kegiatan berpindah jenis pekerjaan. Tetapi, jika jenis pekerjaan tersebut sudah dianggap mencukupi, maka mereka akan cenderung menetap terhadap pekerjaan tersebut.

2. Masa dewasa dini sebagai “usia reproduktif”
Sebagaimana disebutkan di atas, bahwa usia dewasa dini adalah suatu tahap dimana hormon-hormon dan organ reproduksi telah berkembang dan tumbuh dengan matang. Sehingga, tahapan berikutnya adalah melakukan kegitan reproduksi. Dalam budaya timur, seringkali tahapan reproduksi ini dilakukan setelah seseorang memperoleh pekerjaan tertentu atau setelah mereka selesai mengikuti pendidikan di Perguruan Tinggi, walaupun ada juga yang tidak.

3. Masa dewasa dini sebagai “masa bermasalah”
Setelah individu melewati masa remaja yang penuh dengan masalah, selanjutnya mereka akan memasuki suatu tahapan yang penuh dengan masalah pula. Pada masa remaja, seringkali masalah yang timbul adalah bagaimana mengenal diri mereka sendiri sehingga dapat memposisikan mereka dalam pergaulan dengan teman sebaya.
Saat individu memasuki masa dewasa dini, individu akan mengalami masalah-masalah seperti menyelesaikan perkuliahan, mencari pekerjaan dan mencari jodoh. Mencari pekerjaan bukan perkara yang mudah bagi sebagian individu. Karena dalam budaya tertentu, mendapatkan pekerjaan yang layak akan menjadi simbol bahwa seseorang telah dianggap dewasa. Setelah mereka mendapatkan pekerjaan, timbul masalah baru, yaitu mencari dan memilih pasangan hidup. Butuh penyesuaian yang harus dilakukan oleh dua orang dalam menentukan pilihan pasangan hidup. Setelah mereka enentukan pilihan, masalah berikutnyaadalah bagaimana menyesuaikan dua kepribadian yang berbeda dalam satu atap rumah tangga dan mungkin masih banyak lagi masalah yang tidak mungkin kami sebutkan di sini.
Hal lain terkait dengan masa bermasalah ini adalah ketidakmauan seseorang untuk membicarakan masalah yang dimiliki kepada orang lain. Ada kesan bahwa individu yang dianggap telah dewasa akan dianggap sebagai orang yang tidak dewasa jika membicarakan masalahnya kepada orang lain. Pandangan ini mungkin ada benarnya, tetapi jika seseorang menganggap bahwa masalah yang dihadapinya sudah sedemikian kompleks, maka sebaiknya segera dicari solusi.

4. Masa dewasa dini sebagai masa ketegangan emosional
Permasalahan-permasalahan yang telah disebutkan di atas, seringkali memunculkan ketegangan-ketegangan emosional seperti stress dan bahkan depresi. Ketegangan emosional ini semakin diperparah dengan perilaku individu yang tidak mau melakukan konsultasi atau konseling dengan para ahli, sehingga masalah yang pada awalnya sepele menjadi sangat berat, sehingga memunculkan depresi.

5. Masa dewasa dini sebagai masa ketegangan sosial
Permasalahan-permasalahan emosional seringkali memunculkan ketegangan-ketegangan sosial bagi individu. Dengan semakin berkembangnya perilaku-perilaku sosial yang baru, individu secara tidak sadar telah “menjauhkan” diri dengan kelompok-kelompok sosialnya terdahulu. Perilaku ini dapat memunculkan ketegangan sosial dengan kelompok yang lama, ada kesan kelompok lama tidak diperhatikan. Selanjutnya, sebagai “individu baru” mereka akan memasuki dunia yang mungkin berbeda dengan dunianya yang lama. Tentu saja saat ini dibutuhkan penyesuaian-penyesuaian diri. Proses adaptasi bukan merupakan hal mudah bagi kebanyakan individu. Proses adaptasi ini akan memunculkan ketegangan-ketegangan sosial yang perlu diwaspadai oleh individu.
Lebih lanjut, Hurlock menyatakan bahwa beberapa faktor yang mempengaruhi partisipasi sosial pada masa dewasa dini (yang dapat memicu ketegangan sosial) antara lain adalah: a) mobilitas sosial, b) status sosio ekonomi, c) lamanya tinggal dalam suatu kelompok tertentu, d) kelas sosial, e) lingkungan, f) jenis kelamin, g) umur kematangan sosial, h) urutan kelahiran, dan i) keanggotaan gereja.

6. Masa dewasa dini sebagai masa komitmen
Pada usia dewasa dini mulai terbentuk komitmen-komitmen yang harus dijalani oleh individu. Saat mereka menentukan salah satu pasangan hidupnya, maka mereka akan membuat komitmen untuk hidup bersama, mengatasi masalah bersama. Selain itu, saat seseorang mencari pekerjaan, maka mereka akan membuat komitmen-komitmen tertentu sebagai konsekuensi dari pekerjaan yang telah dipilihnya. Jika seseorang memilih pekerjaan sebagai tentara, maka dia akan berkomitmen bahwa pekerjaan tentara seringkali meninggalkan rumah dan keluarga untuk tugas negara, pekerjaan tentara akan berhubungan dengan peperangan dan kematian. Komitmen-komitmen ini akan dipertahankan oleh individu sebagai usaha untuk menjalankan tanggungjawab sebagai manusia dewasa.

7. Masa dewasa dini merupakan masa ketergantungan
Masa ketergantungan ini seringkali terjadi pada awal-awal masa dewasa dini. Pada satu sisi, mereka ingin sekali menjadi manusia yang indipenden, tidak seperti yang mereka alami saat masih masa remaja, tetapi di sisi lain, pada kenyataannya mereka belum siap untuk menjalani kehidupan yang mandiri. Seseorang yang baru menikah, seringkali masih meminta bantuan orang tuanya untuk mengasuh anak atau usaha untuk mengenal pasangan hidupnya. Ketergantungan ini merupakan hal yang wajar, karena proses pendewasaan diri tidak akan pernah dapat terlepas dari peran orang tua.

8. Masa dewasa dini sebagai masa perubahan nilai
Saat individu memasuki masa dewasa dini, terjadi perubahan-perubahan nilai yang selama ini diyakini. Terutama adalah nilai-nilai kemandirian dan kebebasan. Individu akan semakin memantabkan nilai-nilai yang menjadi miliknya. Hal ini sangat mungkin, karena selama masa remaja, mereka sulit sekali untuk mengembangkan nilai-nilai dirinya karena masih dalam kontrol orang tua. Sehingga yang terjadi adalah pembentukan nilai yang didasarkan pada nilai-nilai yang dimiliki oleh orang tua.
Saat mereka telah lepas dari orang tua, maka mereka akan mengembangkan dan memilih nilainilai yang cocok dengan keadaan dirinya. Mereka cenderung untuk melakukan eksplorasi nilai-nilai yang selama ini dimiliki, sehingga terbentuklah suatu pribadi utuh dengan nilai-nilai yang lebih matang. Saat mereka mencari pasangan hidup, tentu saja nilai-nilai yang berlaku pada individu akan tercermin pada karakteristik pasangannya, yang kemudian, setelah mereka menjalani hidup bersama maka mereka akan menentukan nilai-nilai baru bagi keluarga yang telah dibentuk.

9. Masa dewasa dini sebagai masa penyesuaian diri dengan cara hidup baru
Pada masa ini seseorang akan dihadapkan dengan pasangan hidup baru dan lingkungan hidup yang beru pula. Tentu saja hidup dengan pasangan ini membutuhkan penyesuaian diri antara satu dengan yang lainnya. Hal ini disebabkan dua orang ini berasal dari individu yang berbeda yang memiliki komitmen bersama untuk membina sebuah rumah tangga. Penyesuaian ini antara lain penyesuaian gaya hidup, penyesuaian sikap, penyesuaian perilaku dan masih banyak lagi.
Selain proses penyesuaian diri, di antara individu tersebut juga melakukan penyesuaian dengan keadaan lingkungan yang baru. Lingkungan ini seperti lingkungan keluarga, baik dari pihak laki-laki atau pihak perempuan. Proses penyesuaian ini membutuhkan waktu yang relatif lama, sehingga dibutuhkan komitemen yang kuat diantara pasangan hidup tersebut.
Hal ketiga terkait dengan menyesuaian cara hidup baru adalah pasangan ini akan melakukan peran yang berbeda dari sebelumnya. Laki-laki akan berperan sebagai suami dan ayah sedangkan perempuan akan berperan sebagai istri dan ibu bagi anak-anaknya. Perkembangan keluarga ini tentu membutuhkan cara-cara baru yang harus dilakukan dan disepakati oleh banyak pihak di dalam keluarga tersebut.

10. Masa dewasa dini sebagai masa kreatif
Kreativitas individu pada usia dewasa dini mulai menunjukkan titik yang optimal. Salah satu penyebabnya adalah dimilikinya kemandirian. Saat mereka masih dalam usia remaja, seringkali kreativitas mereka terhalang oleh perilaku orang tua yang sering melarang pemenuhan minat dan bakat mereka. Dalam budaya tertentu, seringkali orang tua melarang anak untuk melakukan kegiatan tertentu karena dipandang sebagai suatu perilaku yang “tidak pantas”.
Saat sesorang telah mengalami suatu masa kemandirian, justru kreativitas tersebut bisa muncul karena tidak adanya “larangan”. Individu lebih mudah untuk mengekspresikan dirinya baik dalam bentuk hobby maupun pekerjaan. Seseorang lebih terdorong untuk melakukan sesuatu, terutama yang dapat mencukupi kebutuhannya pribadi dan keluarga yang dibinanya.
Lebih lanjut, Hurlock menyebutkan beberapa kondisi yang mempengaruhi perubahan minat pada masa dewasa dini sebagai berikut: a) perubahan dalam kondisi kesehatan, b) perubahan dalam status ekonomi, c) perubahan dalam pola kehidupan, d) perubahan dalam nilai, e) perubahan peran seks, f) perubahan dari status belum menikah ke status menikah, g) menjadi orang tua, h) perubahan kesenangan, dan i) perubahan dalam tekanan-tekanan budaya dan lingkungan.

Berdasar pada ciri-ciri masa dewasa yang telah disebutkan di atas, Hermans (dalam Hurlock, 1994) menyimpilkan bahwa pada masa dewasa terdapat tema-tema kehidupan yang harus diselesaikan (accomplished) oleh seseorang yaitu:
1. mempertahankan pekerjaan
2. membangun dan mempertahankan kebahagiaan keluarga
3. konfrontasi dengan ketidaksempurnaan kehidupan
4. konfrontasi dengan sifat yang selaluu sama
5. pengambilan distansi; dan
6. memahami ketidaklanggengan kehidupan

SIMPULAN
1. Rentangan kehidupan individu memiliki tugas perkembangan dan pertumbuhan tertentu
2. Setiap tugas perkembangan dan pertumbuhan memiliki permasalahan-permasalahan yang spesifik yang tidak bisa disamakan antara satu individu dengan individu yang lain
3. Setiap permasalahan yang dimiliki oleh individu pada tiap periode berpotensi memunculkan masalah
4. Setiap masalah yang spesifik membutuhkan bantuan yang spesifik pula
5. Bantuan yang spesifik hanya dapat dilakukan oleh profesional tertentu.

REFERENSI
Gunarsa, Singgih. 2001. Psikologi Praktis: anak, remaja dan keluarga. Jakarta: BPK Gunung Mulia.

Hurlock, Elizabeth. 1994. Psikologi Perkembangan: suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Kartono, Kartini. 1995. Psikolologi Anak: psikologi perkembangan. Bandung: Mandar Maju

Monks., Knoers., Haditono, Siti, Rahayu. 1991. Psikologi Perkembangan: pengantar dalam berbagai bagiannya. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Nasution, S. 2003. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar. Jakarta: Bina Aksara.

Setyosari, Punaji. 1997. Model Belajar Konstruktivistik. Sumber Belajar: kajian teori dan aplikasinya. Tahun 4 Nopember 1997.

1 komentar:

Anonim mengatakan...

pak boy . saya tino
salam gapema !

Kesurupan .......... Tulisan ini mencoba untuk menjawab berbagai pertanyaan tentang proses terjadinya kesurupan massal yang menjadi fe...