Blog ini dapat dipergunakan sebagai referensi bagi para mahasiswa, konselor sekolah, dan pemerhati konseling. Khususnya terhadap hipnokonseling Gestalt (HiGest). Semoga bermanfaat, terima kasih.
Kamis, 02 Januari 2014
TEKNOLOGI INFORMASI DAN PENGARUHNYA TERHADAP PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK
TEKNOLOGI INFORMASI DAN PENGARUHNYA TERHADAP PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK
Oleh:
Boy Soedarmadji
Program Studi Bimbingan dan Konseling UNIPA Surabaya
Pengantar
ASCA (2008) menengarai bahwa saat ini anak-anak kita hidup dalam waktu yang “menarik”, dimana terjadi peningkatan perubahan di masyarakat, munculnya banyak kesempatan karena adanya teknologi baru berdampak pada perubahan perilaku masyarakat. Saat ini perbedaan antara golongan masyarakat kaya dengan golongan masyarakat miskin menjadi semakin jelas, kelompok masyarakat marginal juga semakin tampak. Masyarakat menjadi semakin memiliki kesempatan luas untuk mengakses informasi yang dibutuhkan. Bahkan seringkali informasi yang negatifpun tersedia. Kasus-kasus seperti pemalakan liar, sex bebas/sex pranikah, dan konsumenisme banyak sekali terjadi, walaupun kesempatan-memperoleh informasi yang positif juga seringkali terjadi.
Teknologi Informasi (TI) saat ini telah mengalami perkembangan yang sangat pesat. Hal ini ditunjukkan dengan beragamnya peralatan informasi canggih yang beredar di masyarakat. Proses-proses yang terkait dengan upaya mencukupi kebutuhan dasar manusia sudah dilakukan dengan mempergunakan peralatan canggih. Hampir semua lini kehidupan manusia tidak bisa terlepas dari penggunaan peralatan yang terkait dengan Teknologi Informasi. Sebagai contoh, peralatan handphone, saat ini tidak saja dipergunakan sebagai salah satu alat komunikasi saja, tetapi juga sebagai perangkat untuk dapat meningkatkan gengsi seseorang, maka tidak menutup kemungkinan bahwa seseorang akan mengejar merk handphone terbaru dan tercanggih hanya untuk mengejar kebutuhan akan harga diri.
Shaffer dan Kipp (2007) menyajikan data bahwa 98% masyarakat di Amerika memiliki 1-2 televisi, dan anak usia 3-11 tahun menonton televisi 3-4 jam perhari. dan pada remaja usia 18 tahun, mereka lebih banyak menghabiskan waktu untuk menonton televisi dibandingkan kegiatan lain. Sedangkan anak laki-laki lebih banyak menghabiskan waktu untuk menonton televisi jika dibandingkan dengan perempuan.
Shaffer dan Kipp (2007) menyatakan sebagaimana televisi, penggunaan piranti komputer juga memiliki dampak terhadap bagaimana anak belajar serta gaya hidup mereka. Walaupun banyak para pendidik mengakui bahwa komputer merupakan suplement penting dalam proses pembelajaran dikarenakan dengan bantuan komputer maka pembelajaran dapat lebih menarik dan lebih kaya referensi. Lebih lanjut, Shaffer dan Skipp (2007) menyatakan bahwa sejak tahun 1996 lebih dari 98% sekolah di Amerika Serikat mempergunakan komputer sebagai salah satu peralatan instruksional, dan pada tahun 2003 lebih dari 60% rumah tangga telah memiliki dan memanfaatkan komputer dan lebih dari 50% telah memanfaatkan akses internet.
Beberapa contoh kasus yang dapat diakses oleh anak-anak kita secara langsung antara lain perilaku seperti bunuh diri dapat dengan mudah dilakukan oleh anak. Penyebab perilaku bunuh diri ini disebabkan oleh bermacam-macam motif. Sebagaimana terjadi di Bali, seorang anak kelas enam SD bunuh diri di dekat kandang sapi lengkap dengan pakaian seragamnya. (Republika online, Sabtu, 16 Oktober 2010, 17:34 WIB). Lebih lanjut, adapula siswa yang gantung diri setelah menerima rapor, bahkan saat gantung diri, siswa tersebut masih memakai seragam sekolahnya (TVOne NewsThicker, Minggu, 19 Desember 2010, 02:40 WIB). Perilaku menyimpang lain adalah ditemukannya anak SD merokok di Tebing Tinggi (http://kabar.in/2010/sumatra/sumatera-bagian-utara/11/02/anak-sd-kedapatan-merokok.html). Apakah pemanfaatan Teknologi Informasi ini berdampak pada perkembangan kognitif, sosial dan emosional siswa?
Perkembangan Peserta Didik
Perkembangan akhir masa kanak-kanak dapat dibagi menjadi dua fase yaitu masa kelas rendah dengan usia antara 6 – 9 tahun dan kelas tinggi dengan usia antara 10 – 12/13 tahun. Munandar (dalam Soedarmadji, 2009) menyebutkan bahwa dua fase tersebut di atas memiliki ciri sebagai berikut, usia antara 6-9 tahun memiliki sifat khas (a) ada korelasi positif yang tinggi antara keadaan jasmani dengan prestasi sekolah, (b) sikap tunduk kepada peraturaan permainan tradisional, (c) ada kecenderungan untuk memuji diri sendiri, (d) suka membandingkan dirinya dengan anak lain, kalau hal itu menguntungkan, (e) kalau tidak dapat menyelesaikan suatu soal, maka soal itu dianggapnya tidak penting dan (f) pada masa ini anak menghendaki nilai (rapor) yang baik tanpa mengingat apakah prestasinya memang pantas diberi nilai baik atau tidak.
Sedangkan untuk anak-anak usia 10 -12/13 tahun, memiliki sifat khas yaitu (a) minat kepada kehidupan praktis konkret sehari-hari, (b) amat realistis, ingin tahu, ingin belajar, (c) menjelang akhir masa ini telah ada minat kepada hal-hal dan mata pelajaran-mata pelajaran khusus, (d) sampai kira-kira umur 11 tahun, anak membutuhkan guru atau orang dewasa lain untuk menyelesaikan tugasnya, (e) pada usia ini anak memandang nilai rapor sebagai ukuran yang tepat terhadap prestasi sekolah, dan (f) dalam permainan biasanya anak tidak terikat pada aturan permainan tradisional.
Zgourides (200) menyatakan bahwa masa pubertas merupakan saat dimana pertumbuhan phisik seorang anak terjadi dengan sangat cepat. Hal ini memberikan sinyal bahwa mereka akan segera meninggalkan masa anak-anak dan mulai pada siklus kematangan seksual. Walaupun masa pubertas tidak sama untuk setiap individu, tetapi secara umum mereka memiliki beberapa ciri atau karakteristik yang sama. Beberapa diantara mereka mulai puber pada usia 6-7 tahun tetapi ada pula yang baru mulai pada usia 14 tahun. Di bawah ini disajikan tabel yang berisi tentang tugas pertumbuhan fisik anak-anak dan remaja.
Pertumbuhan/
Perkembangan Perempuan Laki-laki
Permulaan Penyebaran Permulaan Penyebaran
Payudara 8 - 13 8 - 18 - -
Testis dan Skrotum - - 9,5 – 13,5 9,5 – 17
Menarche/Haid 10 10 – 16,5 - -
Ejakulasi (mimpi basah) - - 13,5 ?
Penis - - 10,5 – 14,5 10,5 – 16,5
Rambut kemaluan 10,25 11,25-13,25 12,25 12,25-13,25
Suara 13 13 - 16 13 13 – 16
Rambut ketiak 12,75 12,75-14,75 14,25 14,25-14,75
Rambut muka - - 15,25 15,25 - 16
Rambut dada - - Biasanya setelah 16 thn
Percepatan pertumbuhan 9,5 - 12 9,5 – 14,5 10,5 - 14 10,5 – 17,5
Diadaptasi dari Psikologi perkembangan, Monks., Knoers., Haditono. 1991: 228.
Penelitian Pinyerd and Zipf (2005) dan Tanner (1988) (dalam Shaffer dan Kipps, 2007) menyatakan bahwa anak perempuan akan memasuki masa pertumbuhan yang cepat saat dia berusia 10,5 tahun dan mencapai puncaknya pada usia 12-13 tahun sebelum memasuki masa menstruasi pertama, dan selanjutnya akan mengalami masa pertumbuhan normal kembali saat usia 13-13,5 tahun. Selanjutnya, anak laki-laki mengalami petumbuhan yang pesat saat menginjak usia 13 tahun, dan puncaknya pada usia 14 tahun. Setelah itu akan mengalami masa pertumbuhan normal pada usia 16 tahun. Pada penelitian ini diketahui bahwa pertumbuhan pria lebih lambat antara 2-3 tahun dibandingkan dengan kaum perempuan.
Shaffer dan Kipp (2007) menyatakan bahwa reaksi perempuan saat mengalami menstruasi pertama sangat beragam. Beberapa diantara mereka merasa senang, tetapi ada pula diantara mereka yang merasa bingung, terutama jika masa menstruasi datang lebih awal. Bahkan saat ini, ada diantara kaum perempuan yang memiliki pengalaman traumatis tentang menstruasi, tetapi di saat yang sama banyak diantara mereka merasa bangga karena telah memasuki masa dewasa (perempuan sejati). Hal lain akan dirasakan oleh anak laki-laki. Anaka laki-laki cenderung melihat dirinya lebih positif jika dibandingkan dengan anak perempuan (Rosenblum & Lewis, dalam Shaffer dan Kipp, 2007). Anak laki-laki cenderung berharap dapat lebih tinggi, lebih ganteng, dan bangga dengan tumbuhnya rambut. Dengan kata lain, anak lelaki lebih bangga dengan aspek-aspek pertumbuhannya. Anak lelaki jarang membicarakan tentang mimpi basahnya, tetapi mereka tahu bahwa itu adalah tanda kematangan.
Pengaruh Perkembangan Teknologi Informasi terhadap Perkembangan Peserta Didik
Akibat lain dari adanya globalisasi adalah meningkatnya “virus” informasi baru (Prayitno & Amti, 1999). Tidak dapat dipungkiri bahwa saat ini terlalu banyak informasi baru yang muncul di sekitar kita. Suatu masalah belum terselesaikan dengan baik muncul lagi masalah yang lebih baru dan lebih membutuhkan penanganan yang khusus. Sebagai contoh informasi mengenai notebook. Pada saat yang bersamaan dapat muncul 4 model notebook di masyarakat. Belum selesai kita analisa dengan mantap, sudah muncul genre lagi yang lebih baru dengan menawarkan hal-hal baru. Informasi ini seringkali membuat masyarakat bingung untuk memilih.
Shaffer dan Skipp (2007) menyatakan bahwa anak usia antara 8-9 tahun lebih tertarik pada acara-acara televisi yang memiliki karakteristik, suara keras, pergerakan yang cepat, dan acara-acara film kartun. Acara seperti ini, seringkali sulit untuk diikuti oleh anak-anak usia 6 tahun. Hal ini dikarenakan anak usia 6 tahun belum mampu untuk mengikuti atau memahami konten acara secara runtut. Mereka hanya mampu menangkap gambar-gambar yang menonjol dan sesaat. Kondisi ini yang patut diwaspadai oleh orang tua.
Shaffer dan Kipp (2007) menyatakan bahwa beberapa hal yang tidak diinginkan dari acara televisi adalah adanya 1) Kekerasan/Agresi, 2) Stereotipe Sosial, dan 3) Pesan Komersial. Tidak dapat dipungkiri bahwa saat ini masyarakat kita seringkali dijejali dengan tontonan yang berisi tentang kekerasan baik secara individual maupun secara berkelompok. Bagi orang dewasa, mungkin tontonan demo yang penuh dengan kekerasan dapat diterima secara logika, tetapi bagi anak-anak? Anak-anak hanya melnangkap potret orang teriak-teriak, orang memaki, orang memukul, orang terjatuh dan sakit dan lain sebagainya. Selanjutnya, potret itu akan disimpan dalam long term memory mereka, sehingga sangat mungkin dalam waktu tertentu, kekerasan itu akan muncul dalam bentuk yang lain.
Tayangan televisi seringkali menyajikan pesan-pesan komersial yang mungkin juga tidak sesuai dengan perkembangan anak. Layanan iklan memang ditujukan untuk dapat dilihat oleh banyak orang dalam waktu/durasi sesingkat mungkin. Durasi singkat ini, pada akhirnya “memaksa” pembuat iklan untuk menyajikan gambar yang eye catching. Permasalahannya adalah apakah hal ini sudah dipikirkan bahwa pemirsanya adalah semua kalangan?
Bessi`ere, dkk (dalam Bucy dan Newhagen, 2004) menyatakan bahwa pada kenyataannya, komputer yang disebut sebagai piranti canggih seringkali memunculkan masalah bagi penggunanya. Masalah itu adalah frustrasi. Seringkali komputer yang kita pergunakan “ngadat” saat kita sedang asyik bekerja. Permasalahan muncul manakala komputer kita mengalami crash tanpa ada peringatan dini, yang semua itu berakibat pada hilangnya data yang telah kita kerjakan. Kondisi ini sebaiknya dipandang sebagai sebuah peringatan bagi pengguna komputer bahwa kemungkinan-kemungkinan muncul masalah yang memunculkan rasa frustrasi atau stress.
Sampsons (2000) mengungkapkan bahwa fasilitas di internet dapat dapat dipergunakan untuk melakukan testing bagi siswa. Tentu saja hal ini harus didasari pada kebutuhan siswa. Penggunaan komputer di kelas sebagai media bimbingan dan konseling akan memiliki beberapa keuntungan seperti yang dinyatakan oleh Baggerly (dalam Sampson, 200) sebagai berikut:
1. Akan meningkatkan kreativitas, meningkatkan keingintahuan dan memberikan variasi pengajaran, sehingga kelas akan menjadi lebih menarik;
2. Akan meningkatkan kunjungan ke web site, terutama yang berhubungan dengan kebutuhan siswa;
3. Konselor akan memiliki pandangan yang baik dan bijaksana terhadap materi yang diberikan;
4. Akan memunculkan respon yang positif terhadap penggunaan email;
5. Tidak akan memunculkan kebosanan;
6. Dapat ditemukan silabus, kurikulum dan lain sebagainya melalui website; dan
7. Terdapat pengaturan yang baik
Upaya Penyelesaian Masalah
Berpikir Positif
Berpikir positif memiliki kekuatan yang sangat luar biasa. Beberapa ahli menyatakan bahwa kekuatan berpikir positif terhadap sesuatu hal akan mengarahkan seseorang untuk berperilaku yang positif pula. Tidak jarang, seseorang yang memiliki keterbatasan dapat menunjukkan sebuah prestasi yang luar biasa hanya karena dia berpikir positif terhadap dirinya dan lingkungannya. Pengaruh lingkungan memiliki andil yang cukup kuat untuk dapat menumbuhkan pemikiran positif terhadap seseorang. Ironisnya, masyarakat kita masih sering terkungkung dalam pola pikir yang apriori. Banyak pemikiran-pemikiran di sekitar kita yang menunjukkan bahwa kita seringkali tidak bisa berpikir positi, sebagai contoh, “Kalau bapaknya pencuri, maka tidak heran jika anaknya juga pencuri”. Pelabelan ini menjadi sesuatu yang tidak mengenakkan.
Harris (2003) menyatakan bahwa dalam pendekatan analisis transaksional terdapat empat posisi pemikiran atau kedudukan seseorang yaitu, 1) I’m not OK – You’re OK, 2) I’m not OK – You’re not OK, 3) I’m OK – You’re not OK, dan 4) I’m OK – You’re OK. Pola pikir masyarakat kita masih seringkali dalam posisi satu sampai tiga, masih jarang yang berada dalam posisi 4. Hal ini menjadi sangat mungkin karena nilai-nilai yang kita pergunakan adalah nilai-nilai paternalisme. Dalam budaya paternalisme, nilai-nilai yang dimiliki oleh orang tua atau yang dituakan adalah sangat mutlak. Melanggarnya dapat dianggap dosa atau kualat. Oran tua atau yang dituakan seringkali (tanpa disadari) memposisikan dirinya sebagai I’m OK dan memandang anak/remaja sebagai You’re not OK. Orang Tua atau yang dituakan merasa “lebih” punya pengalaman, “lebih” tahu, dan “lebih” bisa. Jika hal ini berjalan terus,maka tidak mengherankan jika anak-anak kita selalu tidak percaya diri, atau not OK. Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa tanpa disadari bahwa orang tua atau orang yang dituakan telah berpikir negatif terhadap anak atau remaja.
Komunikasi orang tua dan anak
Komunikasi antara orang tua dan anak untuk mengurai masalah terkait dengan perkembangan Teknologi Informasi menjadi sangat penting. Sebagaimana telah diuraikan di atas, bahwa tontonan yang disajikan dalam acara televisi atau pilihan-pilihan program di internet memiliki konten yang mungkin tidak sesuai dengan perkembangan anak/remaja. Walaupun hal itu tidak dapat dihindari oleh pengguna. Kondisi ini menuntut kebijakan dari orang tua untuk “membatasi” apa yang sebaiknya ditonton oleh anak-anaknya.
Dalam acara televisi seringkali kita lihat, disudut kanan atas tertulis BO (Bimbingan Orang Tua). Tulisan tersebut bertujuan agar orang tua mendampingi anak saat menonton acara televisi, tetapi, apakah semua orang tua memiliki kesempatan untuk mendampingi anak-anaknya saat menonton televisi? Selain, itu, juga ada huruf R (Remaja), dimana acara tersebut selayaknya ditonton oleh para remaja. tetapi apakah kita yakin bahwa acara tersebut tidak ditontotn oleh anak-anak? Pertanyaan-pertanyaan ini membutuhkan solusi yang sebaiknya dilakukan oleh orang tua.
Shaffer dan Kipp (2007) memberikan beberapa upaya penyelesaian masalah sebagai berikut.
Tujuan Strategi
Mengurangi waktu menonton televisi Bekerjasama dengan anak untuk membuat chart yang berisi tentang, waktu menonton, waktu belajar, serta waktu bermain dengan teman-teman.
Atur waktu menonton TV, seperti sebelum makan pagi atau malam hari
Jangan meletakkan televisi di ruang anak
Ingatlah, saat orang tua menonton TV terlalu lama, maka anak akan melakukannya juga
Membatasi efek kekerasan dari televisi Beri kesempatan untuk menilai kekerasan yang mincul di TV dengan melihat tampilan-tampilan lain.
Menonton TV bersama anak dan diskusikan tentang kekerasan yang dilihat di TV. Diskusikan bagaiman kekerasan akan mengakibatkan rasa sakit, dan kemudian tanyakan kepada anak, bagaimana mengatasi konflik tanpa kekerasan.
Jelaskan kepada anak bahwa kekerasan dalam film (entertainment) adalah sebuah kebohongan
Jangan putar video tentang kekerasan
Dorong anak untuk menonton program TV yang memiliki tokoh berkarakter baik.
Melakukan Counteract negative
Terhadap gambaran yang muncul di TV Mintalah kepada anak untuk membandingkan apa yang tampak di TV dengan kehidupan nyata
Diskusikan dengan anak tentang hal-hal yang realistis dan apa yang sebenarnya terjadi di acara TV
Jelaskan kepada anak tentang nilai-nilai yang anda yakini, terutama tentang sex, alkohol dan obat-obatan terlarang
Mulailah untuk melakukan seleksi terhadap materi video, terutama untuk anak-anak
Sebelum memasang TV kabel, sadarlah bahwa terdapat banyak pilihan program acara yang dapat dilihat. Mintalah kepada provider untuk mengunci acara TV khusus dewasa
Lakukan transaksi terhadap efek periklanan Katakan kepada anak-anak bahwa iklan dipergunakan untuk menjual produk kepada banyak pemirsa
Jelaskan tentang iklan kepada anak-anak dengan bahasa yang mudah dipahami
Saat berbelanja, tunjukkan kepada anak-anak bahwa materi yang terlihat besar, cepat dan menarik seringkali tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya, karena semua itu dilakukan dengan close up.
Diadaptasi dari Shaffer,David R., Kipp, Katherine. 2007. Developmental Psychology: Childhood and Adolescence (7th ed). Belmont, CA: Thomson Learning, Inc
Komunikasi dengan Pendidik
Thompson (2006) menyatakan bahwa upaya menyelesaikan permasalahan anak dan remaja dapat dilakukan dengan melakukan komunikasi dengan para pendidik/guru. hal ini dipandang penting, karena guru memiliki peran penting dalam mempersiapkan masa depan anak, khususnya terhadap perkembangan mental anak. Dalam hal ini, Thompson menyajikan beberapa hal yang dapat dikomunikasikan kepada pendidik/guru sebagai berikut:
• Mengenal keunikan manusia.
• Belajar bahwa manusia memiliki perbedaan kualitas dan karakteristik.
• Belajar bahwa manusia memiliki kekuatan dan kelemahan.
• Belajar bahwa kesalahan adalah kejadian yang alami dan tidak akan membuat seseorang menjadi jahat atau bodoh.
• Belajar membedakan antara apa yang dikatakan orang lain tentang dirimu, dan dirimu yang sebenarnya.
• Topik pembicaraan tentang remaja sebaiknya berisi tentang:
Mengenal hubungan antara penerimaan diri, penerimaan perilaku dan perasaan.
mengidentifikasi aspek diri yang meliputi, kondisi fisik, intelektual, spiritual, emosional, dan sosial.
• Belajar tentang pentingnya penerimaan diri walaupun mungkin ditolak oleh orang lain.
• Membedakan antara apa yang dikritikkan oleh seseorang dengan siapa yang memberi kritik.
• Belajar untuk menerima pujian.
• Belajar mengembangkan teknik pemuatan tujuan untuk menghadapi kemungkinan kegagalan.
• Menggunakan penguatan positif untuk meningkatkan keyakinan diri yang positif
Komunikasi dengan Sekolah
Thompson (2006) menyatakan bahwa upaya menyelesaikan masalah anak dan remaja dapat dilakukan dengan melakukan koordinasi dengan pihak sekolah. Beberapa upaya koordinasi atau kolaborasi antara orang tua dengan pihak sekolah diantaranya adalah sebagai berikut.
• Menetapkan standar pencapaian yang tinggi untuk semua siswa
• Akuntabilitas bagi guru dan siswa
• Kolaborasi antara sekolah dan keluarga
• Pengembangan ketrampilan dasar yang efektif
• Individualized instruction
• Team teaching
• Cooperative learning
• School‑based management
• Lingkungan sekolah yang sehat
• Keikutsertaan orang tua dalam program sekolah
• Pendisiplinan yang efektif
• Kurikulum yang terintegrasi
• Penggunaan teknologi dalam kegiatan instruksional serta komunikasi antara guru, siswa dan orang tua.
• Pendidikan kesehatan yang komprehensif
• Pelatihan ketrampilan sosial. emosional dan kognitif
• Persiapan untuk menghadapi dunia kerja
Komunikasi dengan Lembaga lain
Thomson (2006) menyatakan bahwa premasalahan yang kompleks membutuhkan layanan yang kompleks pula. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan layanan intervensi yang bersumber dari berbagai pihak terkait. Dengan kata lain, sebaiknya orang tua melakukan upaya untuk mendapatkan berbagai informasi, melakukan inisiatif untuk membentuk kelompok-kelomok diskusi, merencanakan tindakan yang efektif dengan lembaga lain serta bergabung dengan komunitas tertentu.
Lebih lanjut, Thompson (2006) juga menyatakan bahwa upaya menyelesaikan masalah anak dan remaja dapat dilakukan dengan melakukan kerjasama atau koordinasi dengan lembaga lain seperti dinas kesehatan, kepolisian, atau dinas sosial. Beberapa bentuk program yang dapat dikembangkan antara lain sebagai berikut.
• Pemeriksaan Kesehatan
• Imunisasi
• Layanan pemeriksaan gigi
• Perencanaan keluarga (KB)
• Konseling Individu
• Konseling Kelompok
• Layanan Kesehatan Mental
• Pengaturan tinggi badan dan berat badan
• Referral dan follow‑up
• Rekreasi, Olahraga dan Seni/Budaya
• Layanan Kesejahteraan Keluarha (PKK)
• Pendidikan atau Pelatihan menjadi orang tua yang efektif, serta menyediakan referensinya
• Pengawasan Anak
• Manajemen Kasus
• Intervensi krisis
• Kebijakan Publik
Simpulan
Perkembangan teknologi Informasi merupakan kondisi yang tidak bisa dihentikan
Perkembangan Teknologi Informasi menuntut pemikiran yang bijaksana dari orang tua, sekolah, masyarakat dan lembaga lain. Hal ini ditunjukkan dengan koordinasi dan kolaborasi yang efektif dan nyata.
Setiap tahap perkembangan dan pertumbuhan peserta didik membutuhkan perhatian yang intensif dari orang tua, guru, masyarakat dan lembaga lain.
Referensi
ASCA. 2008. Why Elementary School Counselor?. Alexandria: American School Counselor Association
Bucy Erik P., Newhagen, John E. 2004. Media access : social and psychological dimensions of new technology use. New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates, Inc.
Harris Thomas A. 2003. I’m OK – You’re OK. California: Institute for Transactional Analysis
Monks., Knoers., Haditono, Siti, Rahayu. 1991. Psikologi Perkembangan: pengantar dalam berbagai bagiannya. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Republika Online. 2010. Polisi Usut Motif Siswa SD Gantung Diri. Sabtu, 16 Oktober 2010.
Sampson, James, P. 2000. Using the Internet to Enchance Testing in Counseling. Journal of Counseling and Development. V 78: 348-356.
Shaffer,David R., Kipp, Katherine. 2007. Developmental Psychology: Childhood and Adolescence (7th ed). Belmont, CA: Thomson Learning, Inc.
Soedarmadji, Boy. 2009. Bimbingan dan Konseling di SD (Implementasi PHK PGSD-B). Jakarta: Ditjen Dikti Depdiknas
Thompson, Rosemary A. 2006. Nurturing Future Generations: Promoting Resilience in Children and Adolescents Through Social, Emotional and Cognitive Skills (2nd ed). New York: Routledge
TVOne NewsThicker. 2010. Siswa SD kelas Tiga Gantung Diri Usai Terima Rapor. Minggu, 19 Desember 2010, 02:40 WIB
Zgourides,George. 2000. Developmental Psychology. New York: IDG Books Worldwide, Inc.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Kesurupan .......... Tulisan ini mencoba untuk menjawab berbagai pertanyaan tentang proses terjadinya kesurupan massal yang menjadi fe...
-
PELAKSANAAN BIMBINGAN DAN KONSELING PADA SETTING SEKOLAH Boy Soedarmadji A. Latar Belakang Pelaksanaan bimbingan dan konseling telah dirinti...
-
KONSELING LINTAS BUDAYA Oleh: Boy Soedarmadji A. Pengantar Sesuai dengan kodrat yang dimiliki oleh manusia bahwa manusia diciptakan sebagai ...
-
PENDEKATAN GESTALT Oleh: Boy Soedarmadji Frederick Perls (1893-1970) adalah pendiri pendekatan konseling Gestalt. Frederick dilahirkan...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar