PELAKSANAAN BIMBINGAN DAN KONSELING
PADA SETTING SEKOLAH
Boy Soedarmadji
A. Latar Belakang
Pelaksanaan bimbingan dan konseling telah dirintis sejak tahun 1960-an dan dilaksanakan secara serempak di sekolah sejak tahun 1975, yaitu saat diberlakukannya kurikulum ’75. Pada saat itu istilah yang diperkenalkan dan dipergunakan adalah Bimbingan dan Penyuluhan (BP). Istilah tersebut pada akhirnya memunculkan suatu sebutan bagi pelaksanan bimbingan dan penyuluhan di sekolah dengan sebutan guru BP.
Perkembangan dunia bimbingan dan konseling di Indonesia mengalami proses yang berliku, hingga pada tahun 1994, melalui kurikulum 1994, istilah Bimbingan dan Penyuluhan mulai diganti dengan istilah Bimbingan dan Konseling (BK). Perubahan mendasar dari istilah “penyuluhan” menjadi “konseling” didasari pada paradigma bahwa konselor tidak melakukan penyuluhan yang mempunyai konotasi sebagai pekerja lapangan (mis: penyuluh pertanian atau penyuluh KB), tetapi lebih pada usaha membantu Konseli/siswa sesuai dengan karakter siswa yang bersangkutan. Siswa lebih dihargai untuk dapat menyelesaikan masalahnya sendiri. Dengan demikian, istilah guru BP dirubah menjadi guru BK.
Menurut SK Menpan no. 84/1993 tentang jabatan fungsional guru dan angka kreditnya, pada pasal (3) disebutkan bahwa tugas pokok guru pembimbing adalah menyusun program bimbingan, melaksanakan program bimbingan, evaluasi pelaksanaan bimbingan, analisis hasil pelaksanaan bimbingan dan tindak lanjut dalam program bimbingan terhadap peserta didik yang menjadi tanggungjawabnya.
Pada tahun 2003, terjadi perubahan mendasar terhadap pelaksana bimbingan dan konseling di sekolah. Menurut Undang-undang nomor 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I pasal 1 ayat (4) dinyatakan bahwa pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor … . Dengan demikian penggunaan istilah guru BK di lingkungan sekolah akan berubah menjadi konselor sekolah. Paradigma ini mengacu pada pelaksana konseling adalah konselor. Dengan kata lain bahwa konselor termasuk salah satu tenaga pendidik.
Bimbingan dan konseling di sekolah merupakan satu kesatuan (integral) dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah (Munandir:1993). Dengan kata lain bahwa pelaksanaan pendidikan atau pembelajaran di sekolah akan mempunyai ketergantungan yang timbal balik antara proses belajar klasikal di kelas dengan bantuan bimbingan dan konseling.
Kesatuan ini tampak dalam pelaksanaan pembelajaran di lapangan. Pembelajaran yang berorientasi kognitif secara umum telah dilakukan oleh guru bidang studi di kelas. Guru mata pelajaran memberikan bahan atau materi pembelajaran kepada siswa dengan penekanan-penekanan pada bidang kognitif. Peranan guru BK pada tahap ini adalah menyeimbangkan antara kekuatan kognitif dan afektif yang dimiliki siswa.
Seringkali kita temui bahwa siswa mempunyai kemampuan untuk menyelesaikan segala bentuk tugas yang diberikanoleh guru bidang studi. Tetapi pada saat mereka dihadapkan untuk menentukan pilihan masa depan atau mengambil keputusan tentang masa depannya, mereka mengalami kesulitan yang luar biasa. Mereka dihadapkan pada banyak pilihan serta konflik-konflik batin. Pada saat inilah peranan guru BK akan tampak semakin nyata. Konselor sekolah akan membantu siswa dalam mengatasi masalah-masalah yang timbul sesuai dengan karakteristik siswa yang bersangkutan.
Permasalahan yang dihadapi siswa tidak bisa diselesaikan dengan mempergunakan kekuatan kognitif atau logika berpikir semata. Seringkali permasalahan yang muncul adalah kerena pertentangan emosi (afeksi) siswa. Sebagai contoh, masalah penjurusan tidak bisa diselesaikan hanya dengan melihat hasil kogitif siswa melalui nilai rapor, tetapi juga melihat kepribadian, minat, bakat dan keadaan lingkungan siswa tersebut. Di sini terlihat perspektrum yang semakin luas untuk dapat menyelesaikan masalah siswa secara tuntas.
Permasalahan yang diuraikan di atas merupakan permasalahan yang sifatnya khusus terjadi pada dunia pendidikan. Secara umum Nurihsan (2003) menyebutkan beberapa masalah umum yang terjadi di sekitar kita akibat berkembangnya isu globalisasi sebagai berikut, (1) keresahan hidup di kalangan masyarakat yang semakin meningkat karena banyaknya konflik, stres, kecemasan dan frustrasi, (2) adanya kecenderungan pelanggaran disiplin, kolusi, korupsi, makin sulit diterapkannya ukuran baik-jahat dan benar-salah secara lugas, (3) adanya ambisi kelompok yang dapat menimbulkan konflik, tidak saja konflik psikis tapi juga konflik phisik dan (4) pelarian dari masalag melalui jalan pintas yang bersifat sementara dan adiktif seperti penggunaan obat-obatann terlarang (drugs). Permasalahan tersebut pada akhirnya membutuhklan bantuan layanan bimbingan dan konseling, terutama di setting sekolah.
Akibat lain dari adanya globalisasi adalah meningkatnya “virus” informasi baru (Prayitno & Amti, 1999). Tidak dapat dipungkiri bahwa saat ini terlalu banyak informasi baru yang muncul di sekitar kita. Suatu masalah belum terselesaikan dengan baik muncul lagi masalah yang lebih baru dan lebih membutuhkan penanganan yang khusus. Sebagai contoh informasi mengenai telepon genggam (HP). Pada saat yang bersamaan dapat muncul 4 model HP di masyarakat. Belum selesai kita analisa dengan mantap, sudah muncul genre legi yang lebih baru dengan menawarkan hal-hal baru. Informasi ini seringkali membuat masyarakat bingung untuk memilih.
Lebih lanjut, Wibowo (2003) menyatakan bahwa pendidikan dapat memanfaatkan bimbingan dan konseling sebagai mitra kerja dalam melaksanakan tugasnya sebagai rangkaian upaya pemberian bantuan. Konseling menyediakan unsur-unsur di luar individu yang dipergunakan untuk memperkembangkan diri. Integrasi konseling dalam pendidikan juga tampak dari dimasukkannya secara terus menerus program-program konseling ke dalam program-program sekolah dengan demikian konsep dan praktek konseling merupakan bagian integral upaya pendidikan.
B. Pelaksanaan Layanan Bimbingan dan Konseling
Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling di sekolah disesuaikan dengan tujuan pendidkan nasional yang termaktub dalam Sistem Pendidikan Nasional yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga yang demokratis dan bertanggungjawab.
Sesuai dengan amanat yang tercantum dalam UU sisdiknas tersebut, maka layanan bimbingan dan konseling di sekolah melakukan fungsi-fungsi sebagai usaha pemahaman. Fungsi pemahaman meletakkan upaya upaya untuk mengenal individu secara totalitas. Artinya Konseli atau individu yang sedang dibantu perlu dipahami tentang:
1. identitas individu: nama, jenis kelamin, tempat tinggal, tanggal lahir.
2. pendidikan
3. status perkawinan (bagi klein dewasa)
4. status sosial-ekonomi
5. kemampuan (bakat, minat, hobby)
6. kesehatan
7. kecenderungan sikap atau kebiasaan
8. cita-cita pendidikan dan pekerjaan
9. keadaan lingkungan tempat tinggal
10. kedudukan danprestasi yang pernah dicapai
11. kegiatan sosial dankemasyarakatan.
Fungsi kedua adalah preventif yaitu mencoba untuk mencegah munculnya permasalahan-permasalahan yang dialami oleh siswa. Tindakan pencegahan ini seringkali dilakukan dengan memberikan layanan orientasi dan informasi kepada siswa di sekolah.
Fungsi ketiga adalah melakukan tindakan kuratif, yaitu melakukan tindakan penangan terhadap siswa-siswa yang mengalami masalah di sekolah. Permasalahan siswa di sekolah dapat muncul dari diri pribadi siswa itu sendiri atau muncul karena akibat berhubungan dengan lingkungan di luar diri mereka sendiri. Pada fungsi terapi ini, dipergunakan berbagai macam pendekatan bimbingan dan konseling. Konselor memberikan upaya bantuan kepada siswa sesuai dengan karakteristik mereka masing-masing.
Fungsi keempat adalah follow up atau tindak lanjut, yang merupakan usaha konselor untuk menjaga agar siswa baik yang bermasalah atau yang tidak bermasalah dapat terjada kesejahteraannya. Bagi mereka yang telah dapat menangani masalahnya sendiri, maka konselor berupaya untuk membantu mereka agar dapat menyelesaikan masalahnya yang lain sesuai dengan hasil atau pengalaman yang telah di dapat selama konseling.
1. Bidang BK
a. Bimbingan Pribadi-Sosial
Bimbingan pribadi-sosial dilaksanakan untuk memberikan bantuan kepada siswa yang mengalami masalah-masalah yang berhubungan dengan keadaan pribadi serta hubungan sosialnya. Seringkali masalah siswa muncul bukan karena mereka mengalami kesulitan dalam melakukan hubungan sosial dengan lingkungan di sekitarnya, tetapi seringkali karena mereka tidak mampu mengenal dan memahami diri mereka sendiri. Nurihsan (2003) menyatakan bahwa bimbingan sosial-pribadi diarahkan untuk memantapkan kepribadian danmengembangkan kemampuan individu dalam menangani masalah-masalah dirinya.
Bidang bimbingan sosial (dalam Soenarjo, 2004) di tingkat SMA meliputi materi sebagai berikut:
1. pemantapan kemampuan berkomunikasi, baik lisan maupun tulisan secara efektif, efisien dan produktif;
2. pemantapan kemampuan menerima dan mengemukakan pendapat serta beragumentasi secara dinamis dan kreatif;
3. pemantapan kemampuan bertingklah laku dan berhubungan sosial, baik di rumah, di sekolah, di tempat latihan/kerja/unit produksi maupun di masyarakat luas dengan menjunjung tinggi tata krama, sopan santun, serta nilai-nilai agama, adat istiadat, hukum, ilmu dan kebiasaan yang berlaku;
4. pemantapan hubungan yang dinamis, harmonis dan produktif dengan teman sebaya, baik di sekolah yang sama, di sekolah lain, di luar sekolah, maupun di masyarakat pada umumnya;
5. pemantapan pemahaman tentang peraturan, kondisi rumah, sekolah dan lingkungan serta upaya pelaksanaannya secara dinamis dan bertanggungjawab; dan
6. orientasi tentang kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
b. Bimbingan Akademik/Belajar
Bimbingan diberikan kepada siswa baik yang bermasalah atau tidak bermasalah terhadap proses akademik di sekolah. Konselor memberikan tindakan preventif kepada semua siswa agar terhindar dari masalah yang akan muncul selam amenempuh pendidikan di tingkat pendidikan tertentu. Sebagai tindakan preventif, konselor sekolah dapat memberikan layanan orientasi dan informasi mengenai keseluruhan proses pendidikan di sekolah yang bersangkutan. Hal-hal yang perlu diperkenalkan kepada siswa antara lain; pengenalan terhadap kurikulum yang berlaku di sekolah, waktu belajar, pengenalan cara belajar, penggunaan sumber belajar di sekolah serta bagaimana menyusun rencana karir (Nurihsan, 2003).
Tindakan kuratif diberikan kepada siswa yang mengalami masalah dengan proses pembelajaran di sekolah. Tindakan kuritif ini seringkali dilakukan oleh konselor dengan melakukan kerja sama dengan guru bidang studi untuk membantu siswa-siswa yang bermasalah. Dalam hal ini, tugas terpenting konselor adalah mengidentifikasi sebab-sebab permasalahan dan dampak psikologisnya serta memberikan treatment kepada siswa sesuai dengan kebutuhan siswa.
Bidang bimbingan belajar (dalam Soenarjo, 2004) di tingkat SMA meliputi materi sebagai berikut:
1. Pemantapan sikap, kebiasaan dan keterampilan belajar yang efektif dan efisien serta produktif, dengan sumber belajar yang lebih bervariasi;
2. Pemantapan disiplin belajar dan berlatih baik secara mandiri maupun berkelompok;
3. Pemantapan penguasaan materi program belajar keilmuan, teknologi dan atau seni di SMA dan penerapannya, serta sebagai persiapan untuk mengikuti pendidikan yang lebih tinggi;
4. Pemantapan pemahaman dan pemanfaatan kondisi fisik, sosial dan budaya di lingkungan sekolah, dan atau alam sekitar serta masyarakat untuk pengembangan diri; dan
5. Orientasi belajar untuk pendidikan tambahan dan pendidikan yang lebih tinggi.
c. Bimbingan Karir
Bimbingan karir merupakan bantuan yang diberikan kepada individu atau siswa agar mereka dapat merencanakan, mengembangkan dan memecahkan masalah-masalah yang berhubungan dengan karir seperti pemahaman terhadap jabatan dan tugas kerja, pemahaman terhadap kondisi dan kemampuan diri, pemahaman kondisi lingkungan, perencanaan dan pengembangan karir, penyesuaian pekerjaan dan pemecahan masalah-masalah karir yang dihadapi (nurihsan, 2003).
Bidang bimbingan karir (dalam Soenarjo, 2004) di tingkat SMA meliputi materi sebagai berikut:
1. Pemantapan pemahaman diri berkenaan dengan kecenderungan karir yang hendak dikembangkan;
2. Pemantapan orientasi dan informasi karir pada umumnya, khususnya karir yang hendak dikembangkan;
3. Orientasi dan informasi terhadap dunia kerja dan usaha memperoleh penghasilan untuk memenuhi kebutuhyan dan tuntutan hidup berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara;
4. Pengenalan berbagai lapangan kerja yang dapat dimasuki setelah lulus SMA;
5. Orientasi dan informasi terhadap pendidikan tambahan dan pendidikan yang lebih tinggi, khususnya sesuai dengan karir yang hendak dikembangkan; dan
6. Khusus untuk sekolah kejuruan: pelatihan diri untuk keterampilan kejuruan khusus pada lembaga kerja (perusahaan, industri) sesuai dengan program kurikulum sekolah menengah kejuruan yang bersangkutan.
2. Satuan Layanan BK
a. Layanan Orientasi
Layanan orientasi mempunyai fungsi sebagai usaha pengenalan lingkungan sekolah sebagai lingkungan yang baru bagi siswa. Pengenalan-pengenalan lain yang dapat diberikan kepada siswa seperti kurikulum baru yang diterapkan sekolah, waktu proses belajar di sekolah. Pelaksanaan layanan orientasi ini berdasar pada anggapan bahwa memasuki lingkungan baru dan mengadakan penyesuaian bukanlah hal yang mudah (Prayitno & Amti, 1999).
Apabila diibaratkan seseorang yang akan membangun sebuah rumah, maka mereka perlu mengenal lingkungan baru tersebut. Seringkali mereka “buta” terhadap keadaan sekitarnya misalnya tentang dimana memperoleh bahan bangunan yang murah? Dimana mereka bisa mendapatkan bahan makanan? Bagaimana corak kehidupan sosial masyarakat sekitar? dan buta terhadap yang lain-lainnya. Akibat kebutaan tersebut seringkali mereka mengalami masalah dalam usaha membangun rumah.
Allan & McKean (dalam Prayitno dan Amti, 1999) menunjukkan beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam memberikan layanan orientasi yaitu:
1. program orientasi yang efektif mempercepat proses adaptasi; dan juga memberikan kemudahan untuk mengambangkan kemampuan memecahkan masalah;
2. murid-murid yang mengalami masalah penyesuaian ternyata kurang berhasil di sekolah
3. anak-anak dari kelas sosial sosio-ekonomi yang rendah memerlukan waktu yang lebih lama untuk menyesuaikan diri daripada anak-anak dari kelas sosio-ekonomi yang lebih tinggi.
Layanan orientasi di sekolah dapat diberikan dengan memberikan materi layanan orientasi sekolah sebagai berikut (Prayitno & Amti, 1999):
1. Sistem penyelenggaraan pendidikan pada umumnya;
2. kurikulum yang ada;
3. penyelenggaraan pengajaran;
4. kegiatan belajar siswa yang diharapkan;
5. sistem penilaian, ujian, dan kenaikan kelas;
6. fasilitas dan sumber belajar yang ada;
7. fasilitas penunjang;
8. staf pengajar dan tata usaha;
9. hak dan kewajiban siswa;
10. organisasi siswa;
11. organisasi orang tua siswa; dan
12. organisasi sekolah secara menyeluruh.
b. Layanan Informasi
Layanan informasi merupakan layanan yang seringkali dilakukan oleh konselor sekolah. Layanan ini dilakukan oleh konselor dengan melakukan tatap muka dengan siswa di dalam kelas, dimana konselor memberikan informasi-informasi yang berkaitan dengan kebutuhan siswa selama menempuh pendidikan. Layanan informasi ini bertujuan agar siswa yang mendapatkan informasi bisa menambah wawasan dan bila perlu dapat dipergunakan sebagai bahan pertimbangan untuk mengambil keputusan bagi siswa (Arsitun, 2004).
Menurut Prayitno dan Amti (1999) layanan informasi membicarakan tiga jenis informasi yaitu (a) informasi pendidikan, (b) informasi jabatan dan (c) informasi sosial-budaya.
c. Layanan Pengumpulan data
Layanan pengumpulan data merupakan suatu proses pengumpulan keseluruhan data siswa. Dalam layanan ini konselor mengumpulkan data-data yang berkaitan dengan kondisi pribadi, kondisi keluarga, minat, bakat serta kemampuan yang dimiliki oleh siswa.
Data yang terkumpul akan didokumentasikan secara tertib dan dipergunakan oleh konselor untuk membantu siswa dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi selama menempuh pendidikan di sekolah.
Data-data yang perlu dikumpulkan oleh konselor sekolah meliputi beberapa hal (prayitno & Amti, 1999) yaitu:
1. identitas pribadi
2. latar belakang rumah dan keluarga
3. kemampuan mental, bakat dan kondisi kepribadian
4. sejarah pendidikan, hasil belajar, nilai-nilai mata pelajaran
5. hasil tes diagnostik
6. sejarah kesehatan
7. pengalaman ekstrakurikuler dan kegiatan di luar sekolah
8. minat dan cita-cita pendidikan dan pekerjaan/jabatan
9. prestasi khusus yang pernah diperoleh.
Lebih lanjut diungkapkan bahwa hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menghimpun data adalah:
1. materi yang dikumpulkan harus akurat dan lengkap
2. data individu sebaiknya selalu bertambah dan berkembang
3. data yang dikumpulkan disusun dalam format-format yang teratur menurut sistem tertentu
4. data yang terkumpul bersifat rahasia
d. Layanan penempatan dan penyaluran
Layanan penempatan diberikan kepada Konseli untuk membantu mereka dalam menempatkan diri sesuai dengan bakat, minat dan kemampuan selama menempuh proses pendidikan. Layanan penempatan dapat berupa menempatkan siswa dalam posisi tertentu di kelas, menempatkan siswa dalam pemilihan kegiatan ekstrakurikuler serta menempatkan siswa dalam program penjurusan di sekolah. Kegiatan ekstrakurikuler di sekolah biasanya menempatkan siswa pada kegiatan seperti Palang merah Remaja (PMR), Kepecinta Alaman, Pramuka dan lain sebagainya.
e. Konseling
Konseling merupakan jantung hati pelaksanaan bimbingan di sekolah. Dikatakan sebagai jantung hati program bimbingan karena konseling ini dilakukan setelah proses bimbingan diberikan kepada siswa. Konseling ini diberikan kepada siswa apabila permasalahan yang dihadapi oleh siswa sudah memunculkan perubahan perilaku yang negatif atau Konseli mengalami gangguan emosi ringan.
Konseling merupakan suatu proses bantuan yang diberikan oleh konselor profesional kepada Konseli untuk membantu memecahkan masalah Konseli, dimana keputusan berada di tangan Konseli. Menilik definisi tersebut, tampak bahwa konseling bukan kegiatan yang bisa dilakukanoleh semua orang. Konseling hanya dapat dilakukan oleh konselor yang profesional, yaitu mereka yang telah menempuh jenjang pendidikan tertentu.
f. Layanan Referal
Referal merupakan suatu tindakan alih tangan kasus. Pengalihan penanganan masalah Konseli merupakan sesuatu yang wajar, terlebih jika kita melihat kompetensi konselor. Referal ini dilakukan oleh konselor sekolah karena beberapa sebab, antara lain karena (1) Konseli tidak menunjukkan kemajuan (progress) yang positif selama dilakukan proses konseling, (2) kemampuan/kompetensi konselor tidak mengijinkan mereka untuk membantu menyelesaikan masalah Konseli.
g. Layanan evaluasi dan tindak lanjut
Evaluasi dan tindak lanjut merupakan serangkaian layanan dalam proses bimbingan yang berusaha untuk menilai kinerja konselor dan staf serta menilai keberhasilan program bimbingan dan konseling yang telah dibuat. Dari hasi evaluasi ini selanjutnya akan ditindak lanjuti dengan pembuatan atau pengembangan program bimbingan dan konseling selanjutnya. Metode evaluasi yang dipakai antara lain metode SWOT (Strenghten, Weakness, Opportunity and Threatness) atau metode CIPP (Contex, Input, Process dan Product).
C. Kurikulum Berbasis Kompetensi
Pada tahun 2004 ini mulai diperkenalkan kurikulum pendidikan yang baru dengan sebutan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) atau (Competency Based Curriculum). Rencananya kurikulum baru ini akan dilaksanakan secara menyeluruh di Indonesia pada tahun ajaran baru 2004/2005. Pelaksanaan kurikulum KBK ini secara langsung akan berdampak pada program layanan Bimbingan dan Konseling di Sekolah.
McAshan (dalam Mulyana, 2002) mengemukakan pengertian kompetensi sebagai pengetahuan, keterampilan dan kemampuan yang dikuasai oleh seseorang yang telah menjadi bagian dari dirinya, sehingga ia dapat melakukan perilaku-perilaku kognitif, afektif dan psikomotorik dengan sebaik-baiknya. Lebih lanjut, Finch dan Crunkilton mendefinisikan kompetensi sebagai penguasaan terhadap suatu tugas, keterampilan, sikap dan apresiasi yang diperlukan untuk menunjang keberhasilan.
Depdiknas (dalam Mulyana, 2002) menyebutkan beberapa ciri atau karakteristik kurikulum berbasis kompetensi sebagai berikut:
1. Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikan;
2. Berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman;
3. Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi;
4. Sumber belajarbukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang mempunyai unsur edukatif; dan
5. Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi.
Lebih lanjut, Arsitun menekankan bahwa orientasi kurikulum berbasis kompetensi adalah (1) hasil dan dampak yang diharapkan muncul pada peserta didik melalui serangkaian pengalaman belajar yang bermakna dan (2) keberagaman kondisi individu yang dimanifestasikan sesuai dengan potensi dan kebutuhannya.
Untuk mengembangkan kurikulum barbasis kompetensi pada program bimbingan dan konseling di sekolah, beberapa langkah yang harus dilakukan oleh konselor (dalam Arsitun, 2004) adalah sebagai berikut:
1. Perhatikan masing-masing tugas perkembangan siswa (SD, SMP, SMA/SMK);
2. Butir-butir tugas perkembangan diorientasikan pada empat bidang bimbingan dan konseling;
3. Butir tugas perkembangan yang sudah diorientasikan pada bidang bimbingan dan konseling kemudian dijabarkan kedalam bentuk kompetensi yang relevan;
4. Kompetensi yang disebutkan dalam butir (3) selanjutnya dipergunakan sebagai acuan untuk membuat isi layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling; dan
5. Berdasarkan materi yang ditetapkan pada langkah (4) selanjutnya dilakukan evaluasi
Selanjutnya, di bawah ini akan disajikan beberapa perbedaan mendasar antara kurikulum 1994 dengan kurikulum berbasis kompetensi. Adapun perbedaan tersebut adalah sebagai berikut:
Kurikulum 1994 Kurikulum Berbasis Kompetensi
Knowledge Competency
To Know Performance
To Know
To Do
To Be
To Life Together
Informatif Development (aplikatif)
Siswa sebagai wadah Siswa sebagai bibit potensial
Sumber belajar seragam Sumber belajar beragam
Ketuntasan materi Ketuntasan kemampuan (materi sebagai tools)
Penilaian normatif (kognisi) Penilaian authentic portofolio (kognisi, afeksi dan psikomotor)
REFERENSI
Arsitun. 2004. Layanan Bimbingan dan Konseling di Sekolah Berbasik Kompetensi. Makalah disampaikan pada In Service Training Persiapan Implementasi KBK Bimbingan Konseling SMU dan Pembekalan di LPMP Jawa Timur. Surabaya: Depdiknas.
Arsitun. 2004. Pengembangan Bimbingan dan Konseling Standard dan Analisis Kompetensi Siswa dalam BK. Makalah disampaikan pada In Service Training Persiapan Implementasi KBK Bimbingan Konseling SMU dan Pembekalan di LPMP Jawa Timur. Surabaya: Depdiknas.
Loekmono, Lobby, JT. 1991. Tantangan Konseling. Semarang: Penerbit Satya Wacana.
Mulyasa, E. 2002. Kurikulum Berbasis Kompetensi: konsep, karakteristik dan implementasi. Bandung: Rosdakarya.
Munandir. 1993. Masalah Mutu Pnedidikan dan Peranan Pendidikan dalam Pengembangan Sumber Daya Manusia. Pidato Pengukuhan Guru Besar IKIP Malang tanggal 18 Oktober 1993. Malang: IKIP Malang.
Nurihsan, Juntika. 2003. Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Bandung: Mutiara.
Prayitno. 1987. Profesionalisasi Konseling dan Pendidikan Konselor. Jakarta: Dirjen Dikti Depdikbud.
Prayitno., Amti, erman. 1999. Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Rineka Cipta.
Rysiew, Kathy, J. 1999. Multipotentiality, Giftedness, and Career Choice: A Review. Journal of Counseling and Development. 77: 423-430.
Soenarjo, Moendisari. 2004. Wawasan dan Pengembangan Bimbingan dan Konseling. Materi Disampaikan pada In Service Training Persiapan Implementasi KBK Bimbingan Konseling SMU dan Pembekalan di LPMP Jawa Timur. Surabaya: Depdiknas.
Supriadi, Dedi. 2003. Reposisi Bimbingan dan Konseling di Tengah Lingkungan yang Berubah. Makalah disampaikan dalam Konvensi Nasional XIII Bimbingan dan Konseling di Bandung tanggal 10-13 Desember 2003.
Trusty, Jerry. 2002. Effects of High School Course-taking and Other Variables on Choice of Science and Mathematic College Majors. Journal of Counseling and Development. 80. 464-475.
Wibowo, Eddy, Mungin. 2003. Bimbingan dan Konseling dalam Sistem Pendidikan Nasional. Makalah disampaikan dalam Konvensi Nasional XIII Bimbingan dan Konseling di Bandung tanggal 10-13 Desember 2003.
Yusuf, Syamsu. 2003. Konseling Keterampilan Hidup (lifeskills counseling). Makalah disampaikan dalam Konvensi Nasional XIII Bimbingan dan Konseling di Bandung tanggal 10-13 Desember 2003.
Blog ini dapat dipergunakan sebagai referensi bagi para mahasiswa, konselor sekolah, dan pemerhati konseling. Khususnya terhadap hipnokonseling Gestalt (HiGest). Semoga bermanfaat, terima kasih.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Kesurupan .......... Tulisan ini mencoba untuk menjawab berbagai pertanyaan tentang proses terjadinya kesurupan massal yang menjadi fe...
-
PELAKSANAAN BIMBINGAN DAN KONSELING PADA SETTING SEKOLAH Boy Soedarmadji A. Latar Belakang Pelaksanaan bimbingan dan konseling telah dirinti...
-
KONSELING LINTAS BUDAYA Oleh: Boy Soedarmadji A. Pengantar Sesuai dengan kodrat yang dimiliki oleh manusia bahwa manusia diciptakan sebagai ...
-
PENDEKATAN GESTALT Oleh: Boy Soedarmadji Frederick Perls (1893-1970) adalah pendiri pendekatan konseling Gestalt. Frederick dilahirkan...
2 komentar:
Terimakasih atas informasinya, saya pasti akan sering berkunjung kesitus ini lagi, salam..
http://www.feeseetour.blogspot.com just call me VISITOR
wah repot juga kalo no name seperti ini
Posting Komentar