Minggu, 18 Februari 2018


Kesurupan ..........

Tulisan ini mencoba untuk menjawab berbagai pertanyaan tentang proses terjadinya kesurupan massal yang menjadi fenomena menarik saat ini. Saat melakukan pelatihan HiGest, penulis seringkali mendapat pertanyaan tentang bagaimana terjadinya proses kesurupan massal di sekolah. Apakah hal ini adalah proses supranatural ataukah dapat dijelaskan dengan mempergunakan teori Gestalt?
Saat menjawab pertanyaan itu, saya menegaskan bahwa saya bukan ahli dalam bidang supranatural. Jika permasalahan itu ditangani oleh pihak-pihak yang memahami dunia supranatural, maka sebaiknya para konselor “mendiamkan dulu”, sebab sudah ada “ahli” yang menanganinya. Jika tidak ada “ahli” lain? Konselor sebaiknya mendiamkan siswa yang dalam kondisi “kesurupan” itu, sambil menjaga mereka untuk tidak melukai diri sendiri dan orang lain. Peserta pelatihan HiGest bertanya, “alasannya pak?”
Teori gestalt merupakan teori konseling yang mencoba untuk menggabungkan semua teori konseling yang ada. Hal ini menjadi prinsip Gestalt tentang keseluruhan (whole). Penggabungan ini justru memunculkan sifat saling melengkapi (complementary) terhadap teori Gestalt itu sendiri.
Teori gestalt menyatakan bahwa orang yang sehat adalah mereka yang sadar (awareness) terhadap kondisi pikiran, emosi serta perilakunya pada kondisi di sini dan saat ini (here and now). Permasalahan siswa saat ini seringkali ditimbulkan karena adanya masalah yang belum selesai (unfinished business) antara siswa dengan orang lain (significant other). Penyelesaian masalah yang tidak tuntas atau tidak dapat diselesaikan akan disimpan dalam alam bawah sadara siswa (siswa). Jika siswa dapat dengan segera menuntaskan masalahnya, maka pada dasarnya mereka telah menyalurkan energi-energinya secara positif, tetapi jika dia tidak dapat melakukan upaya memecahkan masalah maka sebenarnya mereka telah menghambat energinya (block to energy).
Kondisi yang terjadi saat “kesurupan” sebenarnya merupakan luapan energi-energi yang terhambat dan disimpan di alam bawah sadar. Freud menyebutnya sebagai sampah-sampah yang disimpan di alam bawah sadar. Energi-energi yang disimpan ini mirip dengan id yang selalu ingin menyelesaikan masalahnya. Penyelesaian masalah ini seringkali bersifat destruktif atau merusak.
Saat siswa tidak dalam kondisi here and now (misal: melamun), maka sebenarnya dia tidak dalam kondisi sadar. Gestalt memahami bahwa antara alam sadar dan tidak sadar itu memiliki batas yang relatif tipis, dan itu rentan untuk ditembus oleh kekuatan-kekuatan energi yang dihambat atau id. Sesorang yang dalam melamun karena adanya masalah yang belum selesai seringkali mengalami masalah-masalah “kesurupan”. Hal ini dikarenakan saat siswa dalam kondisi melamun, maka alam ambang sadar atau pintu ambang sadarnya menjadi terbuka. Kondisi ini memberikan kesempatan kepada energi-energi yang diblokir atau id yang dipendam lama memiliki kesempatan untuk menerobos ke alam sadar siswa. Waktu yang dibutuhkan untuk menerobos alam ambang sadar tidak lama, bahkan sangat singkat.
Apabila energi negatif yang tersimpan atau id yang ditahan di alam bawah sadar keluar, maka tidak menutup kemungkinan akan mendorong siswa untuk bertindak atau berperilaku negatif bahkan destruktif. Perilaku negatif ini seperti menangis, berteriak, memukul dan lain sebagainya. Pada dasarnya perilaku negatif ini merupakan katarsis bagi siswa untuk melepaskan energi-energi yang selama ini ditahan, atau menjadi sarana bagi id untuk memperoleh kenikmatan.
Pada kasus “kesurupan” massal, proses yang dialami oleh masing-masing siswa pada dasarnya sama. Mereka tidak dalam kondisi di sini dan saat ini. Saat mereka melihat teman mereka dalam kondisi “kesurupan”, seringkali mereka terkejut. Kondisi terkejut yang terjadi dalam beberapa detik, pada dasarnya mengarahkan mereka untuk masuk ke alam ambang sadar. Ironisnya, mereka seringkali memiliki masalah yang belum terselesaikan juga, sehingga energi-energi yang selama ini dipendam juga muncul. Jika terjadi pada banyak siswa di sekitarnya, maka akan muncul kondisi “kesurupan” massal.
Pada dasarnya untuk menangani siswa yang “kesurupan” adalah dengan memberikan kesempatan bagi mereka untuk melakukan katarsis. Artinya jika konselor menemukan kasus seperti ini, maka sebaiknya konselor membiarkan terlebih dahulu sambil mengamati apakah katarsis ini menuju pada perilaku destruktif atau tidak. Jika siswa tidak menunjukkan perilaku destruktif, maka boleh dibiarkan, tetapi jika menunjukkan perilaku destruktif seperti memukul, atau menabrakkan kepala ke tembok, maka konselor sebaiknya menahan siswa tersebut sampai dalam kondisi lemas.
Siswa yang mengalami katarsis akan merasakan lemas saat energi-energi yang ditahannya telah keluar. Saat siswa dalam keadaan lemas ini, sebaiknya konselor juga tidak memberikan reaksi yang berlebihan. Konselor cukup memberikan senyuman kepada siswa tersebut. Hal ini bertujuan untuk menunjukkan bahwa siswa tidak sendirian dalam kondisi ini. Setelah kurang lebih 10 menit, dan konselor melihat kondisi siswa sudah tenang, maka selanjutnya konselor boleh memberikan pertanyaan-pertanyaan kepada siswa tentang apa yang sudah terjadi.


Tidak ada komentar:

Kesurupan .......... Tulisan ini mencoba untuk menjawab berbagai pertanyaan tentang proses terjadinya kesurupan massal yang menjadi fe...